Wednesday, September 5, 2018

Kajian 107 | I'tikaf Bagian 01

I'TIKAF, BAGIAN 01 DARI 03
klik link audio

بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد

Para sahabat Bimbingan Islām dan kaum muslimin yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Alhamdulilāh, kita kembali mempelajari perkara-perkara di dalam urusan agama, semoga Allāh Subhānahu wa Ta'āla memberkahi kita semua.

Alhamdulilāh, kita masuk pada bab tentang I'tikāf (اعتكاف).

• Secara Bahasa

  الحبس ولزوم  الإقامة علي الشيء

(I'tikāf (اعتكاف) secara bahasa maksudnya) menahan diri, dia berdiam pada satu tempat.

• Secara Syari'at

 حبس النفس في المسجد بنية العبادة

Yaitu berdiam diri di masjid dalam rangka untuk beribadah.


⇒ Jadi yang dimaksud dengan i’tikaf secara syar’i adalah seorang dia berdiam di masjid dengan niat untuk ibadah.

Berkata penulis rahimahullāh:

((والاعتكاف سنة مستحبة وله شرطان))

((Bahwasanya i'tikāf adalah sunnah mustahabah.))

⇒ Hukumnya adalah sunnah yang disukai oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Dalīlnya adalah hadīts Abū Hurairah radhiyallāhu ta'āla 'anhu:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَعْتَكِفُ فِي كُلّ رَمَضَانٍ عَشْرَةَ أَيَّام فَلمَّا كَانَ العَامُ الذِي قُبِضَ فِيهِ اعْتَكَفَ عِشْرِينَ يَوماً

"Bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam beri'tikāf setiap bulan Ramadhān sepuluh hari, dan pada tahun dimana beliau meninggal dunia beliau beri'tikāf selama dua puluh hari."

(Hadīts riwayat Bukhāri)

⇒ Ini menunjukkan bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam senantiasa mendawamkan (kontinue) di dalam ibadah i'tikāf ini.

Bahkan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam pernah mengqadha tatkala beliau tidak bisa i'tikāf di bulan Ramadhān, beliau qadha dengan i'tikāf di bulan Syawwāl.

Sebagaimana dalam sebuah hadīts bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam beliau i'tikāf di sepuluh hari terakhir di bulan Syawwāl, sebagai qadha dari bulan Ramadhān, hadīts itu diriwayatkan oleh Imām Bukhāri dan Muslim.

Namun yang paling afdhal adalah di bulan Ramadhān, terutama di akhir bulan Ramadhān sebagaimana yang disebutkan oleh 'Āisyah radhiyallāhu ta'āla 'anhā.

كان النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قال كان يَعْتَكِفُ العَشْرَ اْلأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ الله تَعَالَى

"Bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam senantiasa beri'tikāf di sepuluh hari yang terakhir di bulan Ramadhān, sampai Allāh Subhānahu wa Ta'āla mewafatkan beliau."

(Hadīts riwayat Bukhāri dan Muslim)

Di dalam hadīts yang lain Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam memberikan petunjuk bahwa i'tikāf pun boleh dilakukan tidak harus sepuluh hari, i'tikāf bisa dilakukan satu hari.

Sebagaimana tatkala 'Umar bin Khaththāb radhiyallāhu ta'āla 'anhu bertanya kepada Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.

كُنْتُ نَذَرْتُ فِى الْجَاهِلِيَّةِ أَنْ أَعْتَكِفَ لَيْلَةً فِى الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ قَالَ فَأَوْفِ بِنَذْرِكَ

"Saya bernadzar waktu saya masih jāhilīyyah untuk beri'tikāf satu hari di masjid harām."

Kemudian Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menjawab:

"Tunaikanlah nadzarmu (i'tikāf lah satu malam)."

⇒ Ini menunjukkan bahwanya boleh seseorang beri'tikāf walaupun satu malam.

Berapa masa minimal seseorang dikatakan i'tikāf?

√ Pendapat jumhur di antaranya Abū Hanifah dan juga Imām Syāfi'i:

"Tidak ada batas minimalnya, selama seorang berniat untuk i'tikāf, walau hanya satu jam, dua jam maka dia sudah terhitung i'tikāf."

√ Pendapat yang lain ada yang mengatakan:

"Minimal satu hari satu malam, berdasarkan hadīts dari 'Umar bin Khaththāb radhiyallāhu ta'āla 'anhu. Bahwasanya disebutkan di situ satu malam dan disetujui oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dan tidak ada dalīl bahwasanya i'tikāf kurang dari satu malam."

Yang jelas apabila seorang mampu untuk melaksanakan i'tikāf terutama di sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhān dalam rangka berniat untuk ibadah maka hendaknya dia dawwamkan (rutinkan), karena ini adalah salah satu sunnah yang senantiasa dikerjakan oleh Rasūlullāh  shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Penulis rahimahullāh berkata:

((وله شرطان: النية والبث في المسجد))

((Dan i'tikāf ada dua syarat, yaitu: ⑴ Niat ⑵ Berdiam diri di masjid))

• Niat

Adapun niat sebagaimana hadīts yang umum:

 إِنَّمَا الأعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى

"Seseorang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang diniatkan di dalam hatinya."

Oleh karena itu tatkala seseorang ingin masuk ke dalam masjid dan dia berniat i'tikāf maka dia mendapatkan pahala i'tikāf. Akan tetapi tatkala dia masuk ke dalam masjid tidak meniatkan dalam hatinya untuk i'tikāf walaupun dia berdiam diri di dalam masjid selama sepuluh hari, maka dia tidak terhitung sebagai i'tikāf.

Oleh karena itu perlu diniatkan di dalam hati bahwasanya, "Saya masuk masjid berniat untuk i'tikāf mengikuti sunnah Rasūlullāh  shallallāhu 'alayhi wa sallam."

• Berdiam di dalam masjid

Karena tidak disyari'atkan i'tikāf selain di masjid, berdasarkan firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla:

وَلَا تُبَـٰشِرُوهُنَّ وَأَنتُمْ عَـٰكِفُونَ فِى ٱلْمَسَـٰجِد

"Dan jangan kamu berhubungan (campuri mereka) sedang kamu beri'tikaf dalam masjid."

(QS Al Baqarah: 187)

⇒ Di sini menunjukkan bahwasanya sifat i'tikāf dia adalah berada di masjid.

Dalīl kedua adalah bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam i'tikāf di masjid begitu juga para istri-istri beliau, mereka beri'tikāf juga di masjid.

Seandainya diperbolehkan i'tikāf di rumah atau di tempat lain niscaya istri-istri Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak i'tikāf di masjid, karena i'tikāf di masjid ada masyaqah (kesulitan) sedangkan di rumah akan lebih nyaman daripada berada di masjid.

Dan masjid yang diperbolehkan adalah seluruh masjid, sebagaimana pendapat jumhur, bukan hanya tiga masjid saja (masjid Harām, masjid Nabawi dan masjid 'Aqsa), tidak terbatas tiga masjid ini.

Selama disebut sebagai masjid maka diperbolehkan untuk i'tikāf di dalamnya berdasarkan keumuman firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla :

وَأَنتُمْ عَـٰكِفُونَ فِى ٱلْمَسَـٰجِد

"Sedang kamu dalam keadaan i'tikāf di dalam masjid."

(QS Al Baqarah: 187)

Demikian yang bisa disampaikan, in syā Allāh akan kita lanjutkan pada pelajaran berikutnya.


وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
واخردعوانا أن الحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

_________

🌍 BimbinganIslam.com
Rabu, 24 Dzulhijjah 1439 H / 05 September 2018 M
👤 Ustadz Fauzan S.T., M.A.
📗 Matan Abū Syujā' | Kitāb I'tikāf
🔊 Kajian 107 | I'tikāf Bagian 01
⬇ Download audio: bit.ly/MatanAbuSyuja-K107
➖➖➖➖➖➖➖

No comments:

Post a Comment