Saturday, February 17, 2018

Hadits Kedua | Penjelasan Rukun Iman Kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla (Bagian 06 dari 06)

HADĪTS KEDUA ARBA'IN NAWAWI - PENJELASAN RUKUN IMĀN KEPADA ALLĀH SUBHĀNAHU WA TA'ĀLA (BAGIAN 6 DARI 6)
klik link audio

بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
​​​الحمد لله على إحسانه، والشكر له على توفيقه وامتنانه، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له تعظيما لشأنه، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله الداعي إلى رضوانه، اللهم صلى عليه وعلى آله وأصحابه وإخوانه

Para shahābat BiAS yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta'āla, kita akan melanjutkan pembahasan kita dari buku Al Arba'in An Nawawiyyah.

Di antara kesyirikan yang berkaitan dengan tauhīd rubūbiyah adalah:

⑸ Kesyirikannya orang-orang Nashrāni yang meyakini Tuhan satu sama dengan tiga ('aqidah trinitas). Dan Allāh telah kāfirkan mereka dalam Al Qur'ān.

Allāh mengatakan:

 لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلَاثَةٍ

"Sungguh telah kāfir orang-orang yang menyatakan bahwasannya Allāh satu dari yang tiga."



(QS Al Mā'idah: 73)

Atau menyatakan Allāh punya anak:

 لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ

"Sungguh telah kāfir, orang-orang yang menyatakan Īsā adalah Allāh."

(QS Al Mā'idah: 17)

وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمَٰنُ وَلَدًا

"Mereka menggatakan Allāh mempunyai anak."

(QS Maryam: 88)

⇒ Orang-orang ini dikāfirkan Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Dari situ, keyakinan orang-orang Nashrāni tentang trinitas merupakan kekufuran dan bertentangan dengan ke-Esa-an Allāh dalam tauhīd ar rubūbiyah.

Tidak pantas bahwasannya Tuhan menjadi tiga dan tidak masuk akal secara logika. Allāh tersucikan dari bersatu dengan manusia.

Logikanya bagaimana?

Tuhan tatkala menitis kepada manusia berarti dia harus menurunkan levelnya, sehingga sesuai dengan level manusia.

Bukankah Īsā lapar?

(Dalam Injīl disebutkan nabi Īsā lapar, nabi Īsā marah-marah. Pokoknya disebutkan kekurangan-kekurangan sebagaimana manusia. Nabi Isa tidur).

Berarti Allāh menurunkan levelnya sehingga sama dengan manusia sehingga ikut tidur bersama Nabi Īsā. Kemudian ikut lapar sebagaimana Nabi Īsā. Tatkala Allāh menjadi Nabi Īsā berarti Allāh diliputi oleh alam semesta.

Allāh kecil berarti. Mana sifat Allāhu Akbar ?

Ini secara logika tidak masuk akal. Dan tidak benar bahwasannya Allāh bersatu dengan Nabi Īsā.

Oleh karenanya dalam Injīl kita dapati, terlalu banyak ayat-ayat Injīl yang menunjukkan bahwa Nabi Īsā bukan Allāh.

Buktinya Nabi Īsā berdo'a, Nabi Īsā shalāt. Kalau Nabi Īsā berdo'a, berdo'a kepada siapa tatkala itu ?

√ Kalau dia Tuhan, untuk apa dia berdo'a ?
√ Kalau dia shalāt sedang sujud, sujud kepada siapa ?
√ Kalau dia Tuhan, untuk apa dia sujud ?

Kemudian dia meminta. Buktinya waktu dia disalib kemudian menjelang kematiannya dia mengatakan, "Yā Illya... Yā Illya... limasyabakhtani," kata dia. "Yā bapaku, Yā bapaku, kenapa kau tinggalkan aku?" Ini aneh.

Kalau dia Tuhan dalam dirinya, bapanya dalam dirinya, kenapa dia bilang, "Kenapa kau tinggalkan aku?"

Yang jelas ini menunjukkan bahwa Nabi Īsā bukan Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Oleh karenanya sebagaimana keyakinan orang-orang Nashrāni, Nabi Īsā meninggal dunia kemudian dikubur.

Dan ini sering saya sampaikan, inilah perkara yang membuat banyak orang masuk Islām akhirnya, tatkala mereka ditanya, Īsā meninggal atau tidak ? Meninggal.

Kemudian dikubur atau tidak ? Dikubur.

Waktu Īsā meninggal, waktu dikubur, Allāh lagi kemana? Ikut meninggal bersama Nabi Īsā atau ikut dikubur bersama Nabi Īsā ?

Bingung mereka. Akhirnya mereka yakini bahwasannya Allāh bukan Īsā, akhirnya mereka pun masuk Islām, Alhamdulillāhi Ta'āla.

Ini merupakan kesyirikan tauhīd ar rubūbiyah.

Di antara kesyirikan dalam tauhīd rububiyah yang semakna dengan ini adalah:

⑹ Keyakinan wihdatul wujud (meyakini bahwasannya Allāh bersatu dengan Tuhan).

Ini tidak pantas.

Allāh tidak pantas bersatu dengan makhluknya. Kalau Allāh bersatu dengan Nabi Īsā saja dikāfirkan oleh Allāh apalagi Allāh dianggap bersatu dengan kyai, dianggap bersatu dengan manusia-manusia yang rendah kedudukanny (ini keyakinan kekufuran). 

Di antara para dai yang menyerukan kepada keyakinan ini adalah Ibnu Arābi dalam kitābnya Futhu Hatim Makiyah dan dalam kitābnya Fushushul Hikam. Sampai-sampai Ibnu Arābi mengatakan, Fir'aun adalah benar,  tatkala Fir'aun mengatakan, "Aku adalah Tuhan kalian yang maha tinggi."

Perkataan Fir'aun benar, karena dalam Fir'aun ada Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Sehingga tatkala dia mengatakan, "Saya adalah Tuhan kalian yang paling tinggi" (maksudnya) Allāh adalah Tuhan yang paling tinggi.

Kenapa?

Karena Fir'aun tahu dalam dirinya ada Allāh.

Makanya Fir'aun masuk surga, kata Ibnu Arābi, sebelum dia meninggal, dia mengatakan 'Lā ilāha illallāh.

Kalau Fir'aun saja masuk surga apalagi yang lainnya (Ini kekufuran), sehingga dibantah oleh para ulamā.

Para ulamā mengatakan orang-orang yang meyakini Allāh bersatu dengan Nabi Īsā saja dihukumi kāfir apalagi meyakini Allāh bersatu dengan selain Nabi Īsā. Menyatakan Allāh bergabung/bersatu dengan makhluk.

Kemudian di antara kesyirikan dalam tauhīd ar rubūbiyah adalah:

⑺ Meyakini bahwasannya ada sebagian dzat-dzat yang memiliki hak otonomi untuk mengatur sebagian alam semesta ini.

Seperti keyakinan bahwasannya Nyi roro kidul memiliki hak otonomi untuk mengatur pantai selatan sehingga akhirnya orang-orang, supaya Nyi roro kidul tidak ngamuk, mereka pun menyembelih kerbau tiap tahun supaya tidak makan korban (ini kekufuran).

Seperti meyakini bahwasanya gunung merapi ada penjaganya, yang dia mengatur gunung merapi. Kapan dia belum bilang meletus maka tidak meletus. Kalau dia bilang meletus baru akan meletus.

Sampai ada sebagian orang kemudian punya ide agar memotong kerbau atau memotong hewan agar tidak terjadi bencana atau terjadi letusan gunung merapi.

Orang yang memiliki keyakinan seperti ini maka terjerumus dalam kesyirikan. Tidak ada satu pun yang punya hak otonomi untuk mengatur alam semesta ini.

Jangankan wali-wali, malāikat saja yang benar-benar mengatur hujan, malāikat yang benar-benar mengatur gunung tidak punya hak otonomi. Mereka hanya tunggu perintah dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Apalagi dari orang-orang yang tidak memiliki kemampuan sama sekali.

Apalagi menganggap bahwasannya mayat yang sudah dikubur memiliki kemampuan. Ini lebih bahlul lagi.

Mayat yang tidak bisa apa-apa kemudian dianggap bisa melakukan hal-hal yang menakjubkan, bisa mengabulkan permintaan-permintaan. Maka tidak diragukan lagi, ini merupakan kesyirikan.

Inilah yang bisa kita sampaikan pada kesempatan kali ini, tentang tauhīd ar rubūbiyah dan kesyirikan dan kekufuran yang berkaitan dengan tauhīd ar rubūbiyah.

In syā Allāh nanti kita lanjutkan dengan tauhīd ulūhiyah dengan apa definisinya. Serta kesyirikan-kesyirikan yang berkaitan dengan tauhīd al ulūhuyah yang banyak masyarakat. Saudara-saudara kita dari masyarakat Indonesia yang melakukan kesyirikan-kesyirikan tersebut.

Wallāhu A'lam bishshawāb.

Sampai sini saja apa yang bisa saya sampaikan.

وبالله التوفيق و الهداية
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

------------------------------------------

🌍 BimbinganIslam.com
Sabtu, 01 Jumadal Akhir 1439 H / 17 Februari 2018 M
👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, M.A.
📗 Hadits Arba’in Nawawī
🔊 Hadits Kedua | Penjelasan Rukun Iman Kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla (Bagian 06 dari 06)
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-FA-HaditsArbainNawawi-0217
-----------------------------------

No comments:

Post a Comment