Monday, August 7, 2017

Materi Tematik | Kajian Islam Intensif Tentang Manasik Haji Dan Umroh (Bag. 25 dari 30)

KAJIAN ISLAM INTENSIF TENTANG MANASIK HAJI DAN UMRAH BAGIAN 25 DARI 30
klik link audio

بســـمے الله الرّحمنـ الرّحـيـمـے
الســـلامـ عليكــــمـ ورحمة الله وبركــــاته  

Alhamdulillāh, kita bersyukur kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla, shalawat dan salam semoga selalu Allāh berikan kepada Nabi kita Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam, pada keluarga beliau, para shahābat serta orang-orang yang mengikuti beliau sampai hari kiamat kelak.

Para shahābat BiAS yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla, pada lanjutan ini kita ingin membicarakan lanjutan dari pertemuan sebelumnya.

Perhatikan, sebuah hadīts riwayat Imām Muslim dari Jābir radhiyallāhu 'anhu bercerita:

ثُمَّ اضْطَجَعَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم حَتَّى طَلَعَ الْفَجْرُ وَصَلَّى الْفَجْرَ - حِينَ تَبَيَّنَ لَهُ الصُّبْحُ - بِأَذَانٍ وَإِقَامَةٍ

"Pada malam di Muzdalifah, Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam tidur sampai terbit fajar (masuk waktu shalāt shubuh), kemudian beliau shalāt shubuh dengan satu ādzān dan satu iqāmah."

(HR Muslim nomor 2137, versi Syarh Muslim nomor 1218)



Ini yang dikerjakan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam setelah beliau bermalam di Muzdalifah.

Kemudian setelah shalāt, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam berdiri di Masy'arul harām (sekarang menjadi masjid yang ada di Muzdalifah).

Kemudian beliau menghadap kiblat berdo'a kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla, mengucapkan takbir, tahlil, tahmid dan memperbanyak do'a, sebagaimana yang disebutkan Jābir radhiyallāhu 'anhu dalam riwayat Imām Muslim.

Di manapun kita boleh untuk berdiam di Muzdalifah, pada pagi tanggal 10 Dzulhijjah, sebagaimana sabda Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dalam hadīts riwayat Muslim:

وَوَقَفْتُ هَا هُنَا وَجَمْعٌ كُلُّهَا مَوْقِفٌ

"Aku berwuqūf di Muzdalifah (pada waktu pagi tanggal 10 Dzulhijjah) dan seluruh Muzdalifah adalah tempat wuqūf (tempat berdo'a)."

(HR Muslim nomor 2137, versi Syarh Muslim nomor 1218)

⇒Jadi dalam haji itu tanggal 10 Dzulhijjah kita berwuqūf berdiam diri untuk berdo'a di Muzdalifah mulai dari setelah shalāt shubuh kemudian sampai terbit matahari atau sampai menguning matahari.

Ini berdasarkan sebuah hadīts dari Ammar bin Maemun rahimahullāh Ta'āla, beliau bercerita:

شَهِدْتُ عُمَرَ ـ رضى الله عنه ـ صَلَّى بِجَمْعٍ الصُّبْحَ، ثُمَّ وَقَفَ فَقَالَ إِنَّ الْمُشْرِكِينَ كَانُوا لاَ يُفِيضُونَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ، وَيَقُولُونَ أَشْرِقْ ثَبِيرُ. وَأَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم خَالَفَهُمْ، ثُمَّ أَفَاضَ قَبْلَ أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ.

Aku pernah menyaksikan 'Ummar bin Khaththāb di Muzdalifah pada waktu shalāt shubuh, lalu beliau berdiam di Muzdalifah.

Lalu beliau berkata:

"Sesungguhnya orang-orang musyrik, mereka tidak menuju Minā sampai terbit matahari, lalu mereka mengatakan: Terbitlah shaghir. Dan Nabi Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam menyelisihi orang-orang musyrik, beliau pergi dari Muzdalifah pada pagi hari tanggal 10 Dzulhijjah sebelum terbit matahari.”

(HR Bukhari nomor 1684)


◆ Kapan kita mengambil batu untuk melempar batu untuk jamratul 'Aqabah?

Nabi Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam ketika berjalan dari Muzdalifah menuju Minā di tengah-tengah perjalanan itu beliau mengambil kerikil-kerikil batu untuk melempar jumrah 'Aqabah.

Perhatikan!

Termasuk kekeliruan adalah ketika malam Muzdalifah (9 Dzulhijjah malam) setelah shalāt 'Isyā kita menyibukan diri dengan mengambil kerikil-kerikil. Ini tidak benar!

Yang benar setelah shalāt maghrib 3 raka'at, kemudian 'Isyā dua raka'at maka kita dianjurkan untuk tidur sampai waktu dhubuh. Kalau kita termasuk orang yang wajib bermalam di Muzdalifah.

Adapun pengambilan batu kerikil untuk melempar jamratul 'Aqabah adalah  dalam perjalanan dari Muzdalifah menuju Minā pada tanggal 10 Dzulhijjah.


◆ Kerikil yang diambil untuk melempar jamrah sebesar apa?

Kerikil yang diambil adalah kerikil yang sebesar kuku. Hal ini berdasarkan sebuah hadīts 'Abdullāh bin 'Abbās radhiyallāhu 'anhumā bercerita:

قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَدَاةَ الْعَقَبَةِ وَهُوَ عَلَى نَاقَتِهِ الْقُطْ لِي حَصًى فَلَقَطْتُ لَهُ سَبْعَ حَصَيَاتٍ هُنَّ حَصَى الْخَذْفِ فَجَعَلَ يَنْفُضُهُنَّ فِي كَفِّهِ وَيَقُولُ أَمْثَالَ هَؤُلَاءِ فَارْمُوا ثُمَّ قَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِيَّاكُمْ وَالْغُلُوَّ فِي الدِّينِ فَإِنَّهُ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ الْغُلُوُّ فِي الدِّينِ

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda di pagi hari jumrah Aqabah saat beliau berada di atas untanya:

"Tolong ambilkan aku kerikil."

Maka aku ambilkan untuk beliau tujuh kerikil, semuanya sebesar kerikil ketapel.

Beliau mengebutkan (membersihkan debunya) di telapak tangan, seraya besabda:

"Dengan kerikil-kerikil seperti inilah hendaknya kalian melempar."

Kemudian beliau bersabda:

"Wahai manusia, jauhkanlah kalian berlebih-lebihan dalam agama. Karena orang-orang sebelum kalian telah binasa sebab mereka berlebih-lebihan dalam agama."

(HR Ibnu Majah nomor 3020)


--> Batu al khadzfu adalah batu yang seseorang bisa melemparnya dengan dua jari jemarinya.

Kemudian terus berjalan sampai Minā. Selama perjalanan di Minā banyak-banyaklah membaca talbiyyah.

Setelah tiba di Minā, maka kita langsung menuju jamratul 'Aqabah.

⇒Jamratul 'Aqabah adalah lubang jamrah yang paling dekat dengan arah kota Mekkah dan paling terakhir dari kota Minā.

Sebelum melempar jamrah 'Aqabah kita putuskan talbiyyah kita. Jadi kita berhenti bertalbiyyah sebelum melempar jamratul 'Aqabah.

Berarti kita mulai bertalbiyyah dari tanggal 8 Dzulhijjah (1 hari) tanggal 9 Dzulhijjah  (1 hari) kemudian tanggal 10 Dzulhijjah (1/2 hari).

Jadi kita bertalbiyyah selama kurang lebih 2 1/2 hari.

Hal ini berdasarkan sebuah dalīl hadīts dari Imām Bukhāri dan Muslim yang riwayat oleh 'Abdullāh bin 'Abbās:

لَمْ يَزَلْ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يُلَبِّي حَتَّى رَمَى الْجَمْرَةَ . وَزَادَ فِي حَدِيثِهِ وَالنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يُشِيرُ بِيَدِهِ كَمَا يَخْذِفُ الإِنْسَانُ

"Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam masih saja bertalbiyyah sampai beliau melempar jamratul 'Aqabah. Ketika beliau melempar jamratul 'Aqabah, beliau menjadikan bagian kanan dari badannya kearah Minā dan bagian kiri badannya mengarah Ka'bah."

(HR Muslim nomor 1218)

Sesudah itu kita melempar jamratul 'Aqabah sebanyak 7 (tujuh) buah batu kerikil, setiap lemparannya kita membaca, "Allāhu Akbar."


◆ Kapan pertama kali kita melempar jamratul 'Aqabah?

Ini khususnya untuk ibu-ibu, para wanita, anak kecil, orang tua, karena mereka duluan menuju Minā, sebelum shubuh mereka sudah menuju Minā.

Bolehkah ibu-ibu, para wanita, anak kecil, orang tua, yang sampai Minā sebelum shubuh melempar Jumrah 'Aqabah?

Jawabannya:

⇒ Boleh.

Sebagaimana hadīts riwayat Abū Dāwūd:

أَرْسَلَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم بِأُمِّ سَلَمَةَ لَيْلَةَ النَّحْرِ فَرَمَتِ الْجَمْرَةَ قَبْلَ الْفَجْرِ ثُمَّ مَضَتْ فَأَفَاضَتْ

"Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam mengutus Ummu Salamah (pergi duluan) pada malam Muzdalifah (malam tanggal 10 Dzulhijjah), kemudian sesampainya di Minā beliau melempar jamarat (sebelum shubuh) kemudian beliau pergi ke Mekkah untuk melaksanakan thawāf Ifadhah."

(HR Abu Daud nomor 1492)

Permasalahan.

Seandainya ibu-ibu, para wanita, anak kecil, orang tua pergi dulu dari Muzdalifah menuju Minā dan waktunya sebelum shubuh maka tidak perlu menunggu setelah shubuh, tetapi langsung melempar Jamratul 'Aqabah sebelum shubuh.

Ada sebuah hadīts riwayat Imām Ahmad dari 'Abdullāh bin 'Abbās:

لَا تَرْمُوا الْجَمْرَةَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ

"Janganlah kalian melempar jamratul 'Aqabah sampai terbit matahari."

(HR Ahmad nomor 3034)

Ini bertentangan dengan hadīts sebelumnya, Ummu Salamah dibiarkan oleh Rasūlullāh dhallallāhu 'alayhi wa sallam untuk melempar jamratul 'Aqabah sebelum shubuh.

Adapun hadīts 'Abdullāh bin 'Abbās adalah langsung perkataan Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, "Jangan kalian melempar jamratul 'Aqabah sampai terbit matahari."

Maka kita jawab.

Untuk menggabungkan keduanya, hadīts yang larangan tidak boleh melempar sebelum terbit matahari adalah untuk orang-orang yang kuat-kuat adapun orang-orang yang lemah kapan sampainya mereka di Minā, maka mereka boleh melempar jamratul 'Aqabah.

Kalau kita ingin tahu, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam melempar jamratul 'Aqabahnya kapan?

⇒ Lihat hadīts riwayat Muslim dari Jābir radhiyallāhu 'anhum beliau bercerita:

رَمَى رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم الْجَمْرَةَ يَوْمَ النَّحْرِ ضُحًى وَأَمَّا بَعْدُ فَإِذَا زَالَتِ الشَّمْسُ

"Nabi Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam melempar jamratul 'Aqabah pada hari tanggal 10 Dzulhijjah (hari Nahr) pada waktu dhuha, adapun hari-hari setelahnya beliau melempar setelah tergelincir matahari menunjukkan waktu zhuhur."

(HR Muslim nomor 1299)

Akhir pelemparan jamratul 'Aqabah kapan?

⇒Ada perbedaan pendapat di antara para ulamā, yang jelas diperbolehkan melempar jamratul 'Aqabah sebelum terbit fajar tanggal 11 Dzulhijjah.

Berdasarkan hadīts riwayat Bukhāri dari 'Abdullāh bin 'Abbās, ada orang bertanya kepada Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam:

رَمَيْتُ بَعْدَ مَا أَمْسَيْتُ فَقَالَ لَا حَرَجَ قَالَ حَلَقْتُ قَبْلَ أَنْ أَنْحَرَ قَالَ لَا حَرَجَ

"Aku melempar jumrah setelah sore."

Beliau bersabda:

"Tidak dosa.”

(HR bukhari nomor 1608, versi Fathul Bari nomor 1723)

Menunjukan bahwasanya melempar jamratul 'Aqabah diperbolehkan setelah masuk waktu sore dan sebagian berpendapat masuk waktu sore adalah malam hari, sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikh Muhammad Al Amin Ash Shinqhiti rahimahullāh ta'āla.


والله تبارك وتعالى أعلم
صلى الله على نبينا محمد
و السّلام عليكم ورحمة الله وبر كا ته

Bersambung ke bagian 26, In syā Allāh
________

🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 15 Dzulqa’dah 1438H / 07 Agustus 2017M
👤 Ustadz Ahmad Zainuddin, Lc
📔 Materi Tematik | Kajian Islam Intensif Tentang Manasik Haji Dan Umroh (Bag. 25 dari 30)
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-Tmk-AZ-ManasikHaji-25
🌐 Sumber: http://www.youtube.com/playlist?list=PLsGyF7LoLNd_MRjTZehq0ykcPfYDjef_i
-----------------------------------

No comments:

Post a Comment