Tuesday, August 1, 2017

Materi Tematik | Kajian Islam Intensif Tentang Manasik Haji Dan Umroh (Bag. 20 dari 30)

KAJIAN ISLAM INTENSIF TENTANG MANASIK HAJI DAN UMROH BAGIAN 20 DARI 30
klik link audio

بســـمے الله الرّحمنـ الرّحـيـمـے
الســـلامـ عليكــــمـ ورحمة الله وبركــــاته  


Alhamdulillāh, kita bersyukur kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla, shalawat dan salam semoga selalu Allāh berikan kepada Nabi kita Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam, pada keluarga beliau, para shahābat serta orang-orang yang mengikuti beliau sampai hari kiamat kelak.

Para shahābat BiAS yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla, kalau sudah berihrām kita sekarang membicarakan tentang "thawāf".

Thawāf adalah mengelilingi Ka'bah dimulai dari hajar aswad dan berakhir di hajar aswad sebanyak 7 (tujuh) putaran.

Dan yang harus kita ketahui sebelum kita berthawāf adalah syarat-syarat sahnya thawāf.

Syaratnya adalah:

⑴ Harus suci dari hadāts besar dan kecil.


Hal ini berdasarkan sebuah hadīts yang diriwayatkan oleh Imām Khuzaimah dari 'Abdullāh bin 'Abbās radhiyallāhu Ta'āla 'anhumā, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

 الطَّوَافُ حَوْلَ الْبَيْتِ مِثْلُ الصَّلاَةِ إِلاَّ أَنَّكُمْ تَتَكَلَّمُونَ فِيهِ فَمَنْ تَكَلَّمَ فِيهِ فَلاَ يَتَكَلَّمَنَّ إِلاَّ بِخَيْرٍ .

"Thawāf mengelilingi Ka'bah itu seperti shalāt, kecuali kalian boleh berbicara ketika thawāf, maka siapa yang berbicara ketika thawāf janganlah dia berbicara kecuali dalam pembicaraan yang baik."

(HR Tirmidzi nomor 960)

⑵ Suci dari najis, baik badan maupun pakaian.

Dalīlnya sama seperti dalīl yang kita sebutkan di atas karena thawāf itu seperti shalāt. Pada shalāt kita diwajibkan suci dari najis.

Dalīl yang lain surat Al Hajj ayat 26, Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

وَطَهِّرْ بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْقَائِمِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ

"Dan sucikanlah rumahku untuk orang-orang yang thawāf, orang-orang yang shalāt, ruku' dan sujud."

⑶ Menutup aurat.

Menutup aurat ketika thawāf karena Rasūlullāh Shallallāhu 'alayhi wa sallam pernah mengutus para shahābatnya ketika musim haji. Sebelum haji beliau untuk mengumandangkan sebuah pengumuman di tengah-tengah kota Mekkah.

Yaitu:

لاَ يَحُجُّ بَعْدَ الْعَامِ مُشْرِكٌ وَلاَ يَطُوفُ بِالْبَيْتِ عُرْيَانٌ

"Tidak boleh seseorang setelah tahun ini untuk thawāf satu orang musyrikpun, tidak boleh atau untuk thawāf dibaitullāh seorang yang bertelanjang."

(HR Muslim nomor 2401, versi Syarh Muslim nomor 1347)

⑷ Thawāf sebanyak 7 (tujuh) putaran secara sempurna.

Thawāf sebanyak 7 (tujuh) putaran secara sempurna ini mencontoh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman di dalam Al Qurān:

لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ

"Sungguh telah nampak bagi kalian di dalam diri Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam suri tauladan yang baik."

(QS Al Ahzāb: 21)

⑸ Thawāf dilakukan dengan tertib.

Tertib artinya menjadikan Ka'bah bagian kiri badan kita, kemudian setelah itu dia thawāf dari mulai hajar Aswad ke hajar Aswad.

⑹ Berurutan.

Berurutan artinya setelah mengerjakan putaran pertama dari hajar Aswad ke hajar Aswad dilanjutkan kembali keputaran kedua dan tidak terpotong dengan hal-hal yang tidak diperlukan ketika mengerjakan thawāf.

Disini ada permasalahan yang sering ditanyakan, kalau thawāf kita terpotong dengan shalāt wajib bagaimana nasib thawāf kita?

Jawabannya:

Ketika dikumandangkan adzān atau iqamah kita berhenti, kita wajib shalāt bersama Imām pada saat itu.

Kemudian setelah selesai shalāt kita lanjutkan dengan hitungan dari sebelumnya.

Misalkan ini hajar Aswad kemudian kita jalan, ditengah-tengah (misalnya dirukun Yamani) dikumandangkan iqamah shalāt zhuhur maka kita berhenti disitu dan pada waktu itu adalah sedang dalam putaran ke-5 mau masuk putaran ke-6.

Maka pada saat itu kita berhenti ikut shalāt berjama'ah (wajib) setelah salam maka kita lanjutkan, dan kita lanjutkan tetap pada putaran ke-5 (tidak mengulangi).

Kecuali kalau terpotongnya karena kita batal wudhūnya, maka saat itu kita harus ke luar berwudhū kembali kemudian kita lanjutkan atau kita mulai thawāf kita dari putaran pertama.

⑺ Niat.

Karena Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ



◆ Tata cara thawāf

⑴ Memutus talbiyyah kita.

Dari mulai ihrām kita bertalbiyyah (dari mulai miqāt sampai datang ke Mekkah). Ketika kita ingin mengerjakan thawāf kita putus talbiyyah kita.

Kemudian setelah itu kita menuju hajar aswad.

Sebelum kita menuju hajar aswad kita melakukan idhthiba'

Idhthiba' adalah menyelendangkan kain di bawah ketiak kanan kita dan perlu diketahui bahwasanya idhthiba' hanya dilakukan ketika thawāf, baik thawāf umrah maupun thawāf qudum.

Dalīl yang menunjukkan akan hal ini adalah sebuah hadīts yang diriwayatkan oleh Tirmidzi.

أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم طَافَ بِالْبَيْتِ مُضْطَبِعًا وَعَلَيْهِ بُرْدٌ

"Nabi Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam thawāf dalam keadaan idhthiba' dan beliau memakai burdun (selendang)."

(HR Tirmidzi nomor 859)

Di dalam hadīts yang lain, hadīts riwayat Imām Abū Dāwūd dan Imām Ahmad:

"Ketika beliau datang ke kota Mekkah beliau thawāf dalam keadaan idhthibā' (dengan memakai kain yang datang dari negeri Hadramaut)."

Setelah idhthibā' kita menuju hajar aswad.

Ada beberapa proses ketika kita berhadapan dengan hajar aswad, silahkan pilih salah satu darinya.

√ Sunnah yang pertama yaitu mengusap dengan tangan dan menciumnya kemudian mengucapkan, "Allāhu Akbar," (paling sempurna dalam berinteraksi dengan hajar aswad).

Karena Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, sebagaimana yang diceritakan oleh 'Abdullāh bin Ummar radhiyallāhu Ta'āla 'anhumā dari riwayat Bukhāri dan Muslim, beliau bercerita:

رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَلِمُهُ وَيُقَبِّلُهُ

"Aku pernah melihat Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengusapnya dan menciumnya (sekaligus)."

(HR Bukhari nomor 1507, versi Fathul Bari nomor 1611)

Jadi dalīl ini adalah kesunnahan pertama bagaimana tatkala kita berinteraksi dengan hajar aswad.

√ Kalau tidak mampu seperti itu, maka kita usap dengan tangan kanan kita dan kita cium tangan tersebut.

Sebagaimana hadīts riwayat Bukhāri bahwa Nāfi' rahimahullāh (seorang tabi'in) bercerita:

 رَأَيْتُ ابْنَ عُمَرَ يَسْتَلِمُ الْحَجَرَ بِيَدِهِ ثُمَّ قَبَّلَ يَدَهُ وَقَالَ مَا تَرَكْتُهُ مُنْذُ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَفْعَلُهُ

Aku pernah melihat 'Abdullāh bin Ummar radhiyallāhu Ta'āla 'anhumā, beliau mengusap dengan tangan kanannya hajar aswad dan beliau cium tangan tersebut kemudian beliau berkata:

"Aku tidak pernah meninggalkan hal ini (yaitu dengan mengusap kemudian aku cium tangan) semenjak aku melihat Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengerjakannya."

(HR Muslim nomor 2225, versi Syarh Muslim nomor 1268)

√ Kalau tidak bisa maka dengan sesuatu yang kita kenakan ke hajar aswad lalu sesuatu tersebut kita cium, seperti dengan tongkat kemudian tongkatnya kita cium.

Sebagaimana dikerjakan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dalam hadīts yang diriwayatkan oleh Imām Muslim, Abū Thufail radhiyallāhu Ta'āla 'anhu bercerita:

رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَطُوفُ بِالْبَيْتِ وَيَسْتَلِمُ الرُّكْنَ بِمِحْجَنٍ مَعَهُ وَيُقَبِّلُ الْمِحْجَنَ .

"Aku pernah melihat Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam thawāf di Ka'bah dan beliau mengusapkan tongkatnya ke hajar aswad dan beliau cium tongkat tersebut."

(HR Muslim nomor 2237, versi Syarh Muskim nomor 1275)

√ Kalau tidak mampu maka boleh memberikan isyarat.

Dalīlnya adalah hadīts riwayat Bukhāri dan Muslim dari 'Abdullāh bin 'Abbās radhiyallāhu Ta'āla 'anhumā bercerita:

طَافَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم بِالْبَيْتِ عَلَى بَعِيرٍ، كُلَّمَا أَتَى الرُّكْنَ أَشَارَ إِلَيْهِ

"Nabi Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam thawāf di Ka’bah dengan mengendarai unta, setiap kali lewat hajar aswad beliau memberikan isyarat dengan tangan kanan dan cukup sekali saja."

(HR Bukhari nomor 1613)

Setiap salah satu dari empat yang kita lakukan tadi kita dianjurkan mengucapkan, "Allāhu Akbar," atau, "Bismillāhi Allāhu Akbar."

Yang sering dikerjakan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam adalah ucapan,  "Allāhu Akbar."

Dan ucapan, "Bismillāhi Allāhu Akbar," itu dikerjakan oleh 'Abdullāh bin 'Ummar radhiyallāhu Ta'āla 'anhumā sebagaimana yang disebutkan oleh hadīts riwayat Imām Baihaqi.


⑵ Setelah kita dihajar aswad kemudian kita mengelilingi Ka'bah dari mulai hajar aswad sampai ke rukun Yamani.

Orang yang thawāf tidak boleh masuk ke dalam Hijr (Hijr Ismāil) kenapa?

Karena Hijr Ismāil adalah bagian dari Ka'bah.

Sedangkan pengertian thawāf adalah mengelilingi luar Ka'bah bukan mengelilingi dalam Ka'bah. dan hijr Ismāil adalah termasuk dari Ka'bah.

Setelah kita dari hajar aswad dengan mengerjakan salah satu dari 4 (empat) yang sudah saya sebutkan, maka kita berjalan melewati hijr Ismāil sampai rukun yamani.

Di rukun yamani ada keistimewaan untuk mengusap rukun yamani tersebut, sebagaimana sebuah hadīts dari 'Abdullāh ibnu 'Umar radhiyallāhu Ta'āla 'anhumā dari  riwayat Imām Ahmad dan yang lainnya, Rasūlullāh Shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

إِنَّ مَسْحَ الرُّكْنِ الْيَمَانِي وَالرُّكْنِ الْأَسْوَدِ يَحُطُّ الْخَطَايَا حَطًّا

"Sesungguhnya mengusap hajar Aswad dan rukun Yamani menggugurkan dosa-dosa sekaligus."

(HR Ahmad nomor 5364)

Hanya yang perlu diperhatikan di sini, haji dan umrah sah meskipun tidak mengusap hajar aswad dan rukun Yamani.

Tidak ada kaitan antara kesahan haji atau tidak sahnya haji dalam perkara mengusap rukun hajar aswad dan rukun Yamani.

Dan perlu diperhatikan, tidak ada yang perlu diusap atau dipegang dari Ka'bah kecuali hajar aswad dan rukun Yamani.

Dari mulai rukun Yamani sampai hajar aswad kita membaca:

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Hal ini berdasarkan sebuaj hadīts dari 'Abdullāh ibnu Sa'id radhiyallāhu Ta'āla 'anhu yang diriwayatkan oleh Imām Abū Dāwūd beliau bercerita:

سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَا بَيْنَ الرُّكْنَيْنِ
{ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ }


Saya mendengar Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengucapkan di antara dua rukun:

"RABBANĀ ĀTINĀ FID DUNYĀ HASANAH, WA FĪL ĀKHIRATI HASANAH, WA QINĀ 'ADZĀBANNĀR (Wahai Tuhan Kami, berikanlah kepada Kami di dunia kebaikan dan di Akhirat kebaikan dan lindungilah Kami dari adzab Neraka).”

(HR Abu Daud nomor 1616, versi Baitul Afkar Ad Daulah nomor 1892)

Jadi do'a tersebut dibacanya ketika berada dirukun Yamani sampai hajar aswad.

Ketika sampai hajar aswad lagi berarti kita sudah menyempurnakan satu putaran.

Ketika sampai hajar Aswad lagi berarti kita mengerjakan salah satu dari 4 (empat) tadi, salah satunya:

⇒ Mengusap dan mencium, atau mengusap dengan tangan dan tangannya dicium, atau mengusap dengan tongkat kemudian tongkatnya dicium atau memberikan isyarat.

Setiap kali kita melewati hajar aswad kita mengucapkan, "Allāhu Akbar," atau, "Bismillāhi Allāhu akbar."

Itulah putaran ketika thawāf.

Ketika thawāf kita akan melewati hajar aswad, berarti kita akan melewati aswad 7 kali atau 8 kali?

Jawabannya:

√ 8 kali, karena hitungan dari mulai pertama, sampai terakhir nanti dihitung juga. Karena di akhir thawāf kita juga akan melewati hajar aswad.

√ 8 Kali kita mengucapkan, "Allāhu Akbar," atau, "Bismillāhi Allāhu Akbar."

√ 8 Kali kita berintekasi dengan hajar aswad, tetapi hanya 7 putaran.

Kemudian setelah kita menyelesaikan putaran yang ke-7, kita menuju maqām Ibrāhīm dengan membaca ayat dari surat Al Baqarah: 125:

وَاتَّخِذُوا مِنْ مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى

"Dan ambilah dari maqām Ibrāhīm sebagai tempat shalāt."

Ayat di atas dibaca dari mulai selesai thawāf sampai menuju maqām Ibrāhīm.

Kemudian shalātlah di sana, akan tetapi bila seandainya dipiringan Ka'bah penuh, maka janganlah memaksakan shalāt di sana (jangan mengganggu orang yang sedang thawāf), tapi shalāt lah dibelakangnya. Dibelakangnya terus dibelakang lagi atau dimana saja dimasjidil Harām.

Shalāt setelah thawāf (dua raka'at):

⑴ Raka'at pertama membaca surat Al Fāthihah kemudian surat Al Ikhlās.

⑵ Raka'at kedua membaca surat Al Fāthihah kemudian surat Al Kāfirun.

Kemudian perlu diingat!

Untuk thawāf umrah dan thawāf qudūm dianjurkan melakukan raml (berlari-lari dengan mendekatkan langkah kaki).

Ini ditunjukkan dari hadīts yang diriwayatkan oleh Imām Ahmad dari Jābir radhiyallāhu Ta'āla 'anhu, beliau bercerita:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَمَلَ ثَلَاثَةَ أَطْوَافٍ مِنْ الْحَجَرِ إِلَى الْحَجَرِ

"Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam beliau melakukan raml 3 (tiga) putaran thawāf pertama dari hajar aswad sampai ke hajar aswad lagi.”

(HR Ahmad nomor 14707)

--> Ini hanya di thawāf umrah dan thawaf qudūm.

Saat kita berhaji ada thawāf ifadhah, perlu tidak kita raml?

Jawabannya:

⇒Tidak.

Di dalam haji sebelum kita meninggalkan kota Mekkah ada namanya thawāf Wadā, perlukah kita melakukan raml?

Jawabannya:

⇒Tidak.

Raml dilakukan hanya ketika thawāf umrah bila kita melakukan haji Tamattu' atau kita sedang berumrah atau saat kita thawāf Qudūm ketika kita haji Qirān atau haji Ifrad.

Wallāhu Ta'āla A'lam.

Mudah-mudahan ini bermanfaat.


صلى الله على نبينا محمد
و السّلام عليكم ورحمة الله وبر كا ته

Bersambung ke bagian 21, In syā Allāh
________

🌍 BimbinganIslam.com
Selasa, 09 Dzulqa’dah 1438H / 01 Agustus 2017M
👤 Ustadz Ahmad Zainuddin, Lc
📔 Materi Tematik | Kajian Islam Intensif Tentang Manasik Haji Dan Umroh (Bag. 20 dari 30)
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-Tmk-AZ-ManasikHaji-20
🌐 Sumber: http://www.youtube.com/playlist?list=PLsGyF7LoLNd_MRjTZehq0ykcPfYDjef_i
-----------------------------------

No comments:

Post a Comment