Wednesday, January 17, 2018

Hadits Kedua | Faedah Hadits Jibril (Bagian 03 dari 05)

HADĪTS KEDUA ARBA'IN NAWAWI - FAEDAH-FAEDAH (BAGIAN 3 DARI 5)
klik link audio

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله على إحسانه، والشكر له على توفيقه وامتنانه، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له تعظيما لشأنه، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله الداعي إلى رضوانه، اللهم  صلى الله عليه وعلى آله وأصحابه وأخوانه

In Syā Allāh, kita melanjutkan pembahasan faedah-faedah yang bisa diambil dari hadīts Jibrīl.

Amalan tubuh merupakan keimānan. Kenapa saya membahas masalah ini?

Karena timbul orang-orang yang sesat dalam hal ini.

▪Di antaranya adalah kelompok Murji'ah.

Kelompok murji'ah yang dikenal kelompok ahlul irja', yaitu orang-orang yang mengeluarkan amal shālih dari keimānan.

Kata mereka, yang namanya imān cukup di hati, imān tidak bisa naik dan tidak bisa turun. Seluruh orang imānnya sama (ini perkataan mereka).



Dan ahlul irja' (orang-orang Murji'ah)  telah diperingatkan bahaya mereka oleh para ulamā sejak zaman dahulu.

Dan mereka terdiri atas 3 kelompok, yaitu:

⑴ Kelompok Murji’ah pertama adalah kelompok Jahmiyah.

Kelompok Jahmiyah menyatakan:

"Yang namanya imān adalah at tasdik (membenarkan) dan tempatnya di hati, sehingga amalan bukan termasuk keimānan.

Yang namanya kāfir adalah jāhilbillāh, tidak mengerti Allāh. Itulah yang namanya jāhil. Tetapi selama seorang membenarkan adanya Allāh maka ia seorang yang mukmin."

Jawabannya: tidak benar.

Kalau selama mengetahui adanya Allāh orang mukmin, maka Fir'aun juga mukmin, karena Fir'aun juga tahu ada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Kemudian iblīs juga mukmin, karena iblīs tahu ada Allāh.

Iblīs mengatakan:

  أَنَا۠ خَيْرٌۭ مِّنْهُ خَلَقْتَنِى مِن نَّارٍۢ وَخَلَقْتَهُۥ مِن طِينٍۢ

“Saya tidak mau sujud kepada Ādam, karena saya lebih baik daripada dia (Ādam). Kau  (yā Allāh) ciptakan aku dari api, sedang Engkau ciptakan Ādam dari tanah."

⇒ Iblīs berarti berimān jika berdasarkan pendapat ini.

⑵ Kelompok Murji'ah yang kedua adalah Karamiyyah.

Orang-orang karamiyyah mengatakan:

"Yang namanya imān adalah qalbi lisan. Seorang mengatakan: أشهدُ أنْ لا إلهَ إلاَّ الله , maka dia adalah orang yang berimān.

Adapun yang lainnya maka dia bukan orang yang berimān."

Kelazimannya orang-orang munāfiq yang mengatakan: أشهدُ أنْ لا إلهَ إلاَّ الله , juga orang-orang yang berimān.

Kita mengatakan: lisan benar, bagian dari keimānan tetapi yang paling inti adalah di hati.

⑶ Kemudian timbul kelompok Murji’ah yang ketiga, yang disebut dengan Murji'atul Fuqāha, murji'ahnya orang-orang ahli faqih.

Mereka ahli fiqh namun mereka terjerumus dalam bid'ah murji'ah, (yaitu) mereka menyatakan:

"Imān hanyalah qaulbilisan, kemudian apa yang ada amalan hati. Adapun amalan perbuatan seperti shalāt maka dia bukan bagian dari keimānan."

Ini pendapat dan telah muncul kelompok-kelompok sesat dalam hal ini. Dan kita bisa baca dalam buku-buku para ulamā tatkala membantah mereka.

Sehingga mereka menyatakan bahwasannya imān cuma ada di hati, tidak bertambah dan tidak berkurang, satu kesatuan, tidak bisa terpecah-pecah, tidak bisa terbagi-bagi, tidak bisa bercabang-cabang. Imān satu kesatuan.

▪Kelompok berikutnya yang disebut dengan orang-orang Khawarij.

Orang-orang khawarij mereka mirip dengan ahlussunnah. Mereka menyatakan bahwasannya:

"Imān adalah perkataan dengan lisan, amalan apa yang di hati dan amalan perbuatan."

Hanya saja mereka terlalu kencang sampai mereka meyakini bahwasannya:

"Imān adalah satu kesatuan, tidak bisa terpisah-pisah."

Sebagai gambaran, tadi telah saya jelaskan, bahwasannya imān menurut ahlussunnah bercabang-cabang. Hadīts Nabi mengatakan:

"Imān 70 sekian cabang, yang paling tinggi: لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ, yang paling rendah adalah menghilangkan gangguan dari jalan dan rasa malu merupakan bagian dari keimanan."

Ini aqidah ahlussunnah, bahwasannya imān itu bercabang-cabang, bisa bertambah bisa berkurang.

Adapun ahlul bid'ah dari kaum Murjia'h maupun kaum Khawarij dan Mu'tazilah mereka memandang imān satu kesatuan, tidak bisa terpisah-pisah.

 إذا ذهب بعضه ذهب كله...

"Kalau satu bagian lepas maka hilang seluruhnya."

⇒ Ini kaedah mereka yang disepakati oleh Murji'ah,  Khawarij dan Mu'tazilah.

Mereka semua menyakini bahwasannya imān satu kesatuan, tidak bisa terpisah-pisahkan.

Saya harus menjelaskan karena inilah yang dijelaskan oleh para ulamā dalam buku-buku mereka tentang masalah keimānan.

Ahlussunnah memandang bahwasannya imān bisa bercabang-cabang, kalau hilang sebagian tidak mesti hilang seluruhnya.

Contohnya:

Ada orang melihat ada gangguan di jalan dia tidak hilangkan.

Berarti ada cabang keimānan yang hilang.

Tapi apakah otomatis dia kāfir?

Jawabannya tidak, karena masih banyak cabang keimānan yang lain.

Ibarat pohon, kalau ada pohon kita patahkan satu rantingnya apakah pohonnya hilang?

Jawabannya tidak, kecuali kita cabut akarnya baru hilang pohon tersebut.

Oleh karenanya, kalau orang kāfir kemudian tidak berimān dengan: لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ , terjerumus ke dalam kesyirikan, baru kita bilang dia kāfir.

Adapun jika meninggalkan sebagian cabang keimānan, dia harusnya di antara cabang keimānan berbakti pada orang tua, kemudian dia durhaka kepada orangtua. Apakah orang seperti ini kāfir ?

Jawabannya: tidak.

Tetapi cabang keimānannya banyak yang lepas,  tetapi akar dari keimānan masih ada yaitu: لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ.

Jadi imān menurut ahlussunnah wal jama'ah ibarat pohon yang banyak cabang-cabangnya, kalau ada sebagian cabang yang hilang tidak otomatis hilang pohon tersebut.

Adapun Murji'ah, Khawarij dan Mu'tazilah, tidak. Menurut mereka imān satu kesatuan, kalau hilang sebagian hilang seluruhnya.

Oleh karenanya, orang-orang Murji'ah mengatakan:

"Kita lihat dalam dalīl-dalīl, bahwasannya orang yang melakukan kemaksiatan tidak kāfir, dan ia masih berimān.

Oleh karenanya para shahābat menshalātkan orang yang berzinah, pelaku zinah dishalāti oleh para shahābat.

Berzinah dosa tetapi ternyata masih dishalāti oleh kaum muslimin. Setelah dirajam masih dishalāti. Berarti dia masih berimān. (Kalau orang kāfir tidak boleh dishalāti)."

Akhirnya orang Murji'ah punya kesimpulan:

"Kalau begitu amal perbuatan bukan daripada keimānan.

Kenapa?

Buktinya orang pelaku maksiat masih berimān.

Dalam satu hadīts , Rasul shalallahu 'alayhi wasallam mengatakan:

من قال لا إله إلا الله فقد دخل الجنة

Barangsiapa yang mengucapkan: لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ, masuk surga"/.

Ada shahābat berkata:

وَإِنْ زَنَى وَإِنْ سَرَقَ

Meskipun dia mencuri dan berzinah?

Kata Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam:

وَإِنْ زَنَى وَإِنْ سَرَقَ

Meskipun dia mencuri dan berzinah dia masuk surga."

Orang-orang Murji'ah hanya melihat hadīts-hadīts seperti ini. Dia tidak lihat hadīts bahwasannya orang berzinah diazab oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Orang yang mencuri diancam oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Dia tidak lihat!

Oleh karenanya di antara kesesatan yang terjadi di antara firqah-firqah hanya memandang syari'at dari sebagian pandangan. Hanya melihat dari satu sudut pandang, tidak menilai seluruh dalīl.

Adapun ahlussunnah, tidak. Ahlussunnah wal jama'ah mengumpulkan seluruh dalīl baru kemudian membuat kaedah. Tidak hanya memandang dari sebagian dalīl.

Orang yang melihat hadīts ini:

من قال لا إله إلا الله فقد دخل الجنة

"Barangsiapa yang mengatakan: لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ , masuk surga."

Dikatakan pada Nabi:

وَإِنْ زَنَى وَإِنْ سَرَقَ

"Meskipun dia zinah meskipun dia mencuri?"

Kata Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam:

"Meskipun dia berzinah meskipun mencuri dia masuk surga."

Maka dia mengatakan:

"Kalau begitu tidak jadi masalah. Sementara imān di hati meskipun berzinah meskipun mencuri tetap masuk surga. Sehingga imān apa yang ada di hati."

Seperti sebagian orang yang hanya melihat satu hadīts, hadīts tentang seorang wanita pezinah yang diampuni oleh Allāh gara-gara memberi minum seekor anjing. Itu saja yang dia lihat.

Ini salah, bukan begini cara melihat agama tetapi dengan melihat seluruh dalīl.

Timbulnya kesesatan karena hanya melihat satu sudut pandang. Ini yang jadi masalah.

Sehingga tatkala Murji'ah mengatakan imān satu kesatuan, tidak mungkin terpisah-pisah, maka mereka mengatakan orang yang bermaksiat masih dikatakan berimān, berarti maksiat-maksiat tersebut, amalan-amalan tersebut bukan daripada keimanan.

Sampai di sini saja, apa yang bisa saya sampaikan.

وبالله التوفيق و الهداية
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته


Ditranskrip oleh Tim Transkrip BiAS
-----------------------------------

🌍 BimbinganIslam.com
Rabu, 29 Rabi’ul Akhir 1439 H / 17 Januari 2018 M
👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, M.A.
📗 Hadits Arba’in Nawawī
🔊 Hadits Kedua | Faedah Hadits Jibril (Bagian 03 dari 05)
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-FA-HaditsArbainNawawi-0209
-----------------------------------

1 comment:


  1. Promo judi Bola terdahsyat di tahun 2020

    Ayo Segera Daftar Akun Bermain Anda..Gratiss..

    Klik >>>>>>> Daftar bola

    Hubungi Segera:
    WA: 087785425244
    Cs 24 Jam Online

    ReplyDelete