Monday, January 15, 2018

Hadits Kedua | Faedah Hadits Jibril (Bagian 01 dari 05)

HADĪTS KEDUA ARBA'IN NAWAWI - FAEDAH-FAEDAH HADITS (BAGIAN 1 DARI 5)
klik link audio

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله على إحسانه، والشكر له على توفيقه وامتنانه، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له تعظيما لشأنه، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله الداعي إلى رضوانه، اللهم  صلى الله عليه وعلى آله وأصحابه وأخوانه

In Syā Allāh kita melanjutkan pembahasan faedah-faedah yang bisa diambil dari hadīts Jibrīl, di mana Jibrīl 'alayhissalām menjelma menjadi seorang manusia (Arab Badui), kemudian mendatangi Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dan bertanya tentang beberapa perkara.

Jibrīl 'alayhissalām bertanya tentang Islām, Imān, kapan datang hari kiamat dan bertanya tentang tanda-tanda hari kiamat.

Kemudian di akhir hadīts, Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam berkata kepada 'Umar:

يَا عُمَرَ أَتَدْرِي مَنِ السَّائِلِ ؟

"Wahai 'Umar, tahukah engkau siapa tadi yang bertanya?"

Maka 'Umar berkata:


قُلْتُ : اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمَ

"Aku tidak tahu, Allāh dan Rasūl-Nya yang lebih mengetahui."

Maka kata Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam:

فَإِنَّهُ جِبْرِيْلُ أَتـَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِيْنَكُمْ

"Sesungguhnya yang datang tadi adalah Jibrīl, dia mendatangi kalian untuk mengajarkan kepada kalian perkara-perkara agama kalian."

Telah kita sebutkan bahwasannya hadīts ini dikenal oleh para ulamā dengan Ummu Sunnah (yaitu) induknya hadīts-hadīts Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Seakan-akan, seluruh hadīts-hadīts Nabi yang ada adalah penjelasan atau penjabaran dari hadīts ini, karena hadīts ini mengandung pokok-pokok ushuluddin. Seluruh perkara-perkara agama tercantum (termaktub) dalam hadīts ini.

Di antaranya yang ditanyakan oleh Jibrīl 'alayhissalām. Jibrīl 'alayhissalām berkata:

 يَا مُحَمَّد أَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِسْلاَمِ

"Wahai Muhammad kabarkanlah kepadaku apa itu Islām."

Maka apa jawaban Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam?

 اْلإِسِلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَتُقِيْمَ الصَّلاَةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكاَةَ وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ  وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً

Maka Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam menyebutkan 5 (lima) perkara yang dikenal dengan rukun Islām.

Yaitu:

⑴ Engkau bersaksi bahwasannya tidak ada sembahan yang berhak disembah kecuali Allāh dan Aku adalah Rasūlullāh.

⑵ Engkau menegakkan shalāt.

⑶ Engkau membayar zakāt.

⑷ Engkau melaksanakan puasa

⑸ Dan engkau berhaji jika engkau mampu.

Kemudian Jibrīl bertanya tentang imān.

 يَا مُحَمَّد فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِيْمَانِ

"Yā Muhammad, Kabarkanlah kepadaku tentang imān."

Kemudian Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam menyebutkan tentang 6 (enam) rukun Imān.

أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ

⑴ Engkau berimān kepada Allāh.
⑵ Engkau berimān kepada malāikat-malāikat-Nya.
⑶ Engkau berimān kepada kitāb-kitāb yang  Allāh turunkan.
⑷ Engkau berimān kepada para Rasūl-rasūl-Nya,
⑸ Engkau berimān kepada hari kebangkitan dan
⑹ Engkau berimān kepada taqdir (taqdir yang baik maupun taqdir yang buruk).

Ada faedah yang kita ambil dari hadīts ini. Dan hari ini pembahasannya agak pelik, oleh karenanya butuh konsentrasi.

Karena kita akan membahas apa itu imān, apa itu Islām.

Nanti masalah ada firqah-firqah yang sesat dalam hal ini seperti jahmiyah kemudian mu'tazilah, kemudian khawarij, kemudian kita akan menyinggung tentang masalah takfīr. Oleh karenanya butuh konsentrasi.

Pembahasan yang pertama tentang apa perbedaan antara Islām dan Imān.

Para ulamā menjelaskan bahwasannya Islām dan imān jika berkumpul maka berpisah dan jika berpisah maka berkumpul.

Apa maksudnya?

Dua lafal ini, kalau  bergabung dalam satu dalīl, dalam satu nash, dalam satu teks, maka berpisah, (maksudnya) masing-masing punya makna sendiri.

Contohnya dalam hadīts Jibrīl ini. Di dalam hadīts Jibrīl, kalimat Islām ditanyakan oleh Jibrīl kepada Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, kemudian Jibrīl bertanya tentang imān.

Tatkala digabungkan dalam satu konteks berarti Islām punya makna sendiri dan imān punya makna sendiri.

Akan tetapi jika dua-duanya berpisah maka bergabung, (maksudnya) jika ternyata dalam satu nash hanya disebutkan Islām saja maka Islām itu sama dengan imān. Atau dalam satu dalīl hanya disebutkan imān saja maka imān itu sama dengan Islām.

Oleh karenanya saya ulangi kaedahnya:

 إذا اجتمعا افترقا، وإذا افترقا اجتمعا

Kalau sedang bergabung mereka berpisah (maknanya masing-masing sendiri), tetapi kalau mereka berpisah (hanya disebutkan satu) maka satu sama dengan yang lain, tidak ada bedanya.

⑴ Contohnya tatkala mereka sedang berpisah, hanya disebutkan satu saja, (yaitu) firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla  dalam QS. Āli 'Imrān : 85:

وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلاَمِ دِيناً فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

"Dan barangsiapa yang mencari agama selain Islām, maka Allāh tidak akan menerima darinya. Dan dia akhirat kelak dia termasuk orang-orang yang merugi."

⇒ Di sini disebut Islām, tetapi masuk di dalamnya imān, tidak ada bedanya (Islām ya imān).

⑵ Contohnya dalam ayat yang lain yang maknanya sama.

Dalam ayat lain kata Allāh Subhānahu wa Ta'āla di dalam QS. Al Maidāh: 5:

 وَمَنْ يَكْفُرْ بِالْإِيمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

"Barangsiapa yang kufur kepada keimānan maka telah gugurlah seluruh amalannya dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi (masuk neraka jahannam)."

⇒ Imān di sini maknanya sama dengan Islām.

Oleh karenanya terkadang Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menafsirkan imān dengan Islām atau Islām dengan imān tatkala datang sendiri-sendiri.

Contohnya:

Dalam hadīts Ibnu Abbās dalam shahīh Bukhāri nomor 87, dari Abdul Qais.  Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam berkata kepada mereka:

 أَمَرَهُمْ بِالْإِيمَانِ بِاللَّهِ )عَزَّ وَجَلَّ( وَحْدَهُ

"Aku memerintahkan mereka untuk berimān kepada Allāh ‘Azza wa Jalla saja."

هَلْ تَدْرُونَ مَا الْإِيمَانُ بِاللَّهِ وَحْدَهُ

(Kata Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam:) "Tahukah kalian apa itu berimān kepada Allāh saja?"

Mereka mengatakan, "Kami tidak tahu."

Maka Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan:

"Berimān kepada Allāh artinya:

شَهَادَةُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامُ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءُ الزَّكَاةِ وَصَوْمُ رَمَضَانَ وَتُعْطُوا الْخُمُسَ مِنْ الْمَغْنَمِ."

Di sini Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menafsirkan imān dengan perkara-perkara yang zhāhir (yaitu) bersaksi bahwasannya tidak ada sembahan yang disembah kecuali Allāh, bahwasannya Muhammad Rasūlullāh, menegakkan shalāt dan membayar zakāt, berpuasa serta memberi seperlima dari harta rampasan perang.

Ini tatkala imān disebutkan sendiri maka imān sama dengan Islām.

⇒ Demikian juga tatkala Islām disebutkan sendiri maka Islām sama dengan imān.

Dalam hadīts yang lain tatkala Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam ditanya,  "Wahai Rasūlullāh, Islām apa yang paling afdhal?"

Kata Nabi:

 الإِيمَانُ بِاللَّهِ

Imān kepada Allāh.

⇒ Berarti Islām sama dengan imān.

Tetapi tatkala dua-duanya digabungkan maka berpisah maknanya masing-masing.

Contohnya hadīts Jibrīl ini.

Kata para ulamā, jika Islām dan imān digabungkan maka Islām berkaitan dengan perkara-perkara yang zhāhir dan imān berkaitan dengan perkara-perkara yang bathin.

Oleh karenanya tatkala malāikat Jibrīl bertanya:

 أَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِسْلاَمِ

Kabarkanlah kepadaku tentang Islām.

Maka Nabi menyebutkan rukun Islām. Rukun Islām berkaitan dengan zhahir. Syahādatain, lafal, kemudian shalāt kemudian zakāt, puasa dan haji, semua perkara zhāhir.

Tatkala ditanya tentang keimānan, maka Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam menyebutkan tentang perkara-perkara imān, yang berkaitan dalam hati.

√ Berimān kepada Allāh,
√ Berimān kepada malāikat,
√ Berimān kepada kitāb-kitāb,
√ Berimān kepada para rasūl,
√ Berimān kepada hari kiamat,
√ Berimān kepada taqdir.

Ini semua masalah bathin.

Oleh karenanya diantara do'a tatkala kita mendo'akan mayat, kita berdo'a:

اَللَّهُمَّ مَنْ أَحْيَيْتَهُ مِنَّا فَأَحْيِهِ عَلَى اَلْإِسْلَامِ, وَمَنْ تَوَفَّيْتَهُ مِنَّا فَتَوَفَّهُ عَلَى اَلْإِيمَانِ

"Yā Allāh, barangsiapa di antara kami yang Kau hidupkan maka hidupkanlah di atas Islām dan barangsiapa yang Kau wafatkan diantara kami maka wafatkanlah dia di atas keimānan."

⇒ Karena Islām yang kita nilai zhāhirnya.
⇒ Karena kalau sudah meninggal sudah tidak bisa shalāt, tidak bisa bayar zakāt, tidak bisa puasa.

Yang kita bawa imān di hati untuk bertemu dengan Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Oleh karenanya Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman dalam QS. Asy Syu'āra' : 88-89.

يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ* إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ

"Hari di mana hari kiamat tidak bermanfaat anak-anak dan harta. Kecuali orang yang bertemu dengan Allāh dengan membawa hati yang bersih."

Ini tatkala imān dan Islām digabungkan maka imān berkaitan dengan masalah hati dan Islām berkaitan dengan masalah zhāhir.

Dalam Al Qur'ān juga Allah mengatakan:

 إِنَّ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ

"Semuanya orang Islām laki-laki muslim demikian juga para wanita muslimah demikian juga laki-laki mukmin dan para wanita mukminah."

(QS Al Ahzāb: 35)

Di sini Allāh menggabungkan, berarti berbeda antara maknanya.

⇒ Kaedahnya jika bergabung berpisah, jika berpisah bergabung.

Lihatlah bagaimana para ulamā, mereka membuat kaedah-kaedah untuk memudahkan kita memahami.

Ini kaedah dirumuskan oleh para ulamā agar kita mudah memahami nash-nash dalam Al Qur'ān dan hadīts, agar kita tidak salah paham.

Dan thariqah seperti ini bahwasannya jika bergabung dia berpisah jika berpisah dia bergabung, banyak dalam syariat.

Contohnya seperti:

   البرّوالتقوى

Al birr dan taqwa.

Al birr kalau disebutkan sendiri maka dia mencakup ketaqwaan, demikian juga kalau ketaqwaan disebut sendiri maka dia mencakup al birr.

Tetapi jika digabungkan antara birr dan taqwa, contohnya:

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى

"Saling tolong menolonglah kalian di antara birr dan ketaqwaan."

Al birr artinya amalan kebajikan dan ketaqwaan artinya amalan menjauhkan diri dari maksiat (menjauhkan diri dari dosa-dosa). Ini tatkala digabungkan.

⇒ Tatkala digabungkan memiliki makna masing-masing.

Contohnya lagi faqīr dan miskin.

Faqīr dan miskin, kalau disebut faqīr saja maka faqīr ya miskin (sama saja maknanya).  Kalau disebut miskin saja dalam dalīl, miskin itu ya faqīr juga.

Tetapi jika digabungkan antara faqīr dan miskin, dalam dalīl (dalam Al Qur'ān atau dalam hadīts), maka faqīr lebih parah daripada miskin.

Sebagian ulamā menyatakan faqīr adalah orang yang tidak punya apa-apa. Adapun miskin adalah orang yang punya sesuatu namun tidak mencukupi. (Ini tatkala digabungkan)

Ada yang mengatakan faqīr adalah tidak punya namun dia tidak minta. Dia malu untuk meminta. Dia punya harga diri (ini faqīr).

Adapun miskin, dia tidak punya dan dia berani untuk minta.

Yang lebih parah (lebih susah) yang mana? Yang faqīr.

Karena orang tidak tahu ternyata dia butuh,  kalau miskin dia minta maka ketahuan. Yang faqīr dia tidak minta akhirnya tidak ketahuan.

Intinya tatkala faqīr dan miskin digabungkan bersama-sama maka maknanya masing-masing ada. Tetapi kalau dipisahkan maka yang satu sama dengan yang lainnya.

Saya ingatkan majelis ilmu adalah majelis yang berkah. Dan terkadang, tidak semua orang bisa menjadi ulamā, tidak semua orang bisa jadi ustadz, karena butuh belajar, butuh mikir.

Tidak hanya duduk kemudian pengajian, tidak!  Dia butuh belajar, butuh berpikir, butuh mencatat, butuh muraja'ah, butuh mengulangi, butuh menghafal ini dan menghafal itu.

Adapun kalau semua orang menjadi ustadz tanpa belajar, timbullah ustadz-ustadz karbitan. Yang tadinya penjahat sekarang jadi ustadz top.

Ini seharusnya dia tahu dan dia malu pada diri sendiri. Dia tidak pantas untuk kemudian berbicara tentang agama panjang-lebar, sementara dia tidak punya kapasitas akan hal itu.

Karena barangsiapa yang tidak punya ilmu akhirnya dia akan berfatwa dengan hal-hal yang menyesatkan ummat manusia.

Sampai di sini saja, apa yang bisa saya sampaikan.

وبالله التوفيق و الهداية
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته


Ditranskrip oleh Tim Transkrip BiAS
-----------------------------------

🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 28 Rabi’ul Akhir 1439 H / 15 Januari 2018 M
👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, M.A.
📗 Hadits Arba’in Nawawī
🔊 Hadits Kedua | Faedah Hadits Jibril (Bagian 01 dari 05)
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-FA-HaditsArbainNawawi-0207
-----------------------------------

No comments:

Post a Comment