Wednesday, October 31, 2018

Kajian 110 | Haji Bagian 01

MUQADDIMAH HAJI 01
klik link audio

بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد

Para sahabat Bimbingan Islām dan kaum muslimin yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Alhamdulilāh kita akan memasuki kitāb yang baru yaitu Kitābul Hajj pada halaqah kali ini, dan sebelum kita memasuki kitābul hajj yang ada di dalam matan Abū Syujā' kita akan memulia dengan muqaddimah tentang masalah haji.

Haji secara bahasa artinya tujuan maksudnya adalah bermaksud menuju baitullāh rumah Allāh Subhānahu wa Ta'āla  dan menuju tempat-tempat syiar (dilaksanakannya manasik haji) untuk melaksanakan ibadah yang khusus pada waktu yang khusus dengan tata cara yang tertentu.

Dan hukum haji sendiri adalah fardhu 'ain (kewajiban yang diharuskan atau wajib dilaksanakan oleh setiap orang) apabila dia mampu untuk melaksanakannya dan satu kali didalam hidupnya.



Haji adalah rukun diantara rukun Islām, oleh karena itu Allāh Subhānahu wa Ta'āla  berfirman:

وَلِلَّهِ عَلَى ٱلنَّاسِ حِجُّ ٱلْبَيْتِ مَنِ ٱسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًۭا ۚ

"Dan wajib bagi manusia melaksanakan haji ke baitullāh bagi orang yang memiliki kemampuan untuk melaksanakan ibadah tersebut."

(QS Āli Imrān: 97)

Adapun didalam sunnah banyak sekali disebutkan dalīl-dalīlnya diantaranya,

بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ : شَهَادَةُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ وَإِقَامُ الصَّلاَةِ وَإِيْتَاءُ الزَّكَاةِ وَحَجُّ الْبَيْتِ وَصَوْمُ رَمَضَانَ

"Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda : Islām dibangun diatas lima perkara; Bersaksi bahwa tiada Ilah yang berhak disembah selain Allāh dan bahwa nabi Muhammad utusan Allāh, menegakkan shalāt, menunaikan zakāt , melaksanakan haji dan puasa Ramadhān."

(Hadīts shahīh riwayat Muslim)

Begitu pula didalam hadīts dari Abū Hurairah radhiyallāhu ta'āla 'anhu, ia berkata, Rasūlullāh  shallallāhu 'alayhi wa sallam berkhutbah di tengah-tengah kami, beliau bersabda:

أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ فَرَضَ اللهُ عَلَيْكُمُ الْحَجَّ فَحُجُّوْا، فَقَالَ رَجُلٌ: أَكُلَّ عَامٍ، يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ فَسَكَتَ، حَتَّىٰ قَالَهَا ثَلاَثاً، ثُمَّ قَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لَوْ قُلْتُ نَعَمْ، لَوَجَبَتْ، وَلَمَا اسْتَطَعْتُمْ. ثُمَّ قَالَ: ذَرُوْنِي مَا تَرَكْتُكُمْ، فَإِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِكَثْرَةِ سُؤَالِهِمْ وَاخْتِلاَفِهِمْ عَلَىٰ أَنْبِيَائِهِمْ، فَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِشَيْءٍ فَأْتُوْا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، وَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَدَعُوْهُ.

"Telah diwajibkan atas kalian ibadah haji, maka tunaikanlah (ibadah haji tersebut)." Lalu ada seorang berkata, "Apakah setiap tahun, wahai Rasūlullāh ?" Lalu beliau diam sampai orang tersebut mengatakannya tiga kali, kemudian Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda, "Andaikata aku menjawab ya, niscaya akan menjadi suatu kewajiban dan niscaya kalian tidak akan mampu (melaksanakannya)." Kemudian beliau bersabda, "Biarkanlah aku sebagaimana aku membiarkan kalian. Sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian ialah banyak bertanya dan banyak berselisih dengan Nabi mereka. Apabila aku memerintahkan sesuatu kepada kalian, maka laksanakanlah semampu kalian. Dan apabila aku melarang sesuatu, maka tinggalkanlah."

(Hadīts shahīh riwayat Muslim nomor 639 dan Sunan An Nassā'i nomor 5/110)

⇒ Menunjukkan bahwa ibadah haji adalah wajib dan para ulamā ijmā'  tentang kewajiban haji, haji adalah termasuk rukun didalam rukun Islām dan wajib sekali seumur hidup.

Disana ada pertanyaan.

Apakah kewajiban haji yang disebutkan oleh para ulamā secara langsung atau boleh ditunda?

Maka jumhur ulamā mengatakan bahwa kewajiban dari haji ini adalah tatkala seorang dia sudah mampu melaksanakan ibadah haji maka wajib dia untuk langsung melaksanakannya.

Dan seorang berdosa apabila dia menunda-nunda ibadah hajinya apabila dia sudah mampu.

Pendapat ini adalah pendapat Abū Hanifah, Abū Yūsuf, Imām Mālik, Imām Ahmad dan ulamā yang lainnya.

Mereka berdalīl dengan firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla :

وَلِلَّهِ عَلَى ٱلنَّاسِ حِجُّ ٱلْبَيْتِ مَنِ ٱسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًۭا ۚ

"Dan wajib bagi manusia melaksanakan haji ke baitullāh bagi orang yang memiliki kemampuan untuk melaksanakan ibadah tersebut."

(QS Āli Imrān: 97)

Adapun pendapat madzhab Syāfi'iyyah yang menyatakan bahwasanya, "Wajibnya boleh ditunda" artinya tidak harus langsung tetapi boleh ditunda (maksudnya) seseorang bila telah memiliki kemampuan untuk berhaji kemudian dia menunda dua tahun tiga tahun berikutnya, maka menurut pendapat syāfi'i adalah boleh dengan syarat bahwasanya dia memiliki azam (keinginan yang kuat) bahwa ia pasti akan berhaji mau untuk melaksanakan ibadah haji.

Akan tetapi bila seorang mampu untuk segera menunaikan ibadah haji, maka ini akan membebaskan diri dari kewajiban yang Allāh Subhānahu wa Ta'āla  tetapkan bagi setiap muslim mukalaf dan juga lebih cepat untuk nendatangkan keridhāan Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Demikian yang bisa disampaikan dalam muqaddimah yang pertama ini semoga bermanfaat.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
واخردعوانا أن الحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

______________
🌍 BimbinganIslam.com
Rabu, 22 Shafar 1440 H / 31 Oktober 2018 M
👤 Ustadz Fauzan S.T., M.A.
📗 Matan Abū Syujā' | Kitāb Haji
🔊 Kajian 110 | Haji Bagian 01
⬇ Download audio: bit.ly/MatanAbuSyuja-K110
➖➖➖➖➖➖➖

No comments:

Post a Comment