Friday, July 7, 2017

Materi Tematik: Aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah (Bagian 12 dari 13)

AQIDAH AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH (BAGIAN 12 DARI 13)
klik link audio

بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته


Ikhwāni fīllāh wa akhwāti fīddīn azaniyallāh waiyyakum.

Jadi kita tahu maknanya istawa' tapi bagaimananya kita tidak tahu dan tidak mungkin kita tahu.

Oleh karenanya, muncul kaidah berikutnya dalam tauhīd Asma' wa Sifat yaitu:

 الكلام في الصفات فرع عن الكلام في الذات

"Pembicaraan tentang sifat merupakan cabang dari pembicaraan tentang dzat."

Maksudnya bagaimana?

Bila anda tahu dzat sesuatu, maka anda tahu sifat.

Bagaimana sifat air?


Anda lihat dzat air, dan anda tahu sifat air yaitu mencari tempat yang rendah.

Anda tahu sifat udara?

Sifat udara adalah menempati ruang. Anda merasakan, anda bisa lihat.

Tetapi kalau anda tidak tahu dzatnya maka anda tidak akan berbicara tentang sifatnya.

Makanya, bila ada yang bertanya tentang bagaimanakah istiwa'nya Allāh?

Kita bilang, anda tahu tidak bagaimananya Allāh?

Kalau anda tahu bagaimananya Allāh baru anda bisa bayangkan bagaimana istiwa' nya Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Kalau ada yang bertanya bagaimana tangan-Nya Allāh ?

Anda tahu tidak Allāh ? Kalau anda pernah melihat Allāh anda bisa tahu bagaimana tangan-Nya.

Kalau anda tidak pernah melihat Allāh, anda tidak akan tahu, mustahil membayangkannya.

√ Membayangkan bidadari saja tidak bisa.
√ Membayangkan nabi Yūsuf 'alayhissalam saja tidak bisa.

Padahal mereka adalah makhluk.

√ Membayangkan malāikat, bisakah membayangkan malāikat?

Pasti tidak bisa, karena anda tidak pernah melihat bagaimana malāikat.

√ Membayangkan Jinn, anda bisa membayangkan Jinn ? Yang anda lihat jinn yang menjelma, entah menjelma menjadi binatang, menjelma menjadi genderuwo, kadang cantik kadang mengerikan.

Yang anda lihatpun bukan bentuk aslinya, bagaimana mau dibayangkan?

Bagaimana mau membayangkan malāikat, apalagi membayangkan Allāh Subhānahu wa Ta'āla? Tidak mungkin.

Membicarakan tentang sifat itu merupakan cabang dari membicarakan dzat.

Bila anda tidak tahu dzat maka anda tidak akan tahu tentang bagaimana sifat Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Bila ada yang bertanya, bagaimana istiwa'nya Allāh Subhānahu wa Ta'āla?

Jawabannya:

Tidak bisa dipikirkan, karena untuk mengetahui bagaimana istiwa' nya Allāh harus tahu bagaimana 'Arsy. Karena kita harus tahu tempat yang di atas Nya Allāh, 'Arsy seperti apa?

Kalau sudah tahu 'Arsy seperti apa, lalu anda harus tahu Allāh bagaimana ?

Setelah anda tahu Allāh bagaimana, baru anda bisa bayangkan bagaimana Allāh di atas 'Arsy.

Kalau 'Arsy anda tidak tahu, Allāh anda tidak tahu, bagaimana anda bayangkan Allāh di atas 'Arsy.

Dalam banyak hadīts shahīh, Allāh turun ke langit dunia, bagaimana turunnya ? Kita tidak tahu.

Anda tahu langit dunia seperti apa? Langit dunia anda tidak tahu mana ujungnya mana pangkalnya, tebalnya seperti apa anda tidak tahu dan anda tidak tahu Allāh, lalu bagaimana anda bisa membayangkan Allāh turun ke langit dunia?

Kalau anda ingin bayangkan bagaimana Allāh turun ke langit, anda harus tahu bagaimana hakikat langit dan bagaimana hakikat Allāh Subhānahu wa Ta'āla, baru anda akan bisa membayangkan bagaimana Allāh turun ke langit dunia (Kalau tidak, maka anda tidak bisa tahu).

Jadi kaidah Imām Mālik kita paham apa yang Allāh sebutkan tapi kita tidak tahu bagaimananya.

Imām Ahmad berkata, tatkala beliau ditanya tentang orang-orang yang berkata, Allāh berbicara dengan nabi Mūsā tanpa suara, Imām Ahmad membantah.

بلى إن ربك عزّ وجل تكلم بصوت

Kata Imām Ahmad:

"Justru Allāh (Rabb kalian) berbicara dengan suara."

Terlalu banyak hadīts yang mengatakan Allāh berbicara dengan suara.

√ Berbicara dengan malāikat dengan suara.
√ Berbicara dengan nabi dengan suara.
√ Terjadi dialog antara Allāh dengan nabi Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam.
√ Terjadi dialog antara Allāh dengan nabi Mūsā 'alayhissalām.
√ Terjadi dialog antara Allāh dengan nabi Ibrāhīm.

Dengan suara yang didengar, Allāh berkata kepada nabi Mūsā 'alayhissalām:

 فَاسْتَمِعْ لِمَا يُوحَىٰ

"Wahai Mūsā dengarkanlah wahyu yang akan disampaikan kepada engkau."

(QS Thahā: 13)

⇒Allāh berbicara, tetapi suara Allāh tidak sama dengan suara makhluk.

Lihat perkataan Imām Bukhāri:

Disebutkan tentang hadīts Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam,

وأن الله ـ عز وجـل ـ ينادي بصوت يسمعه من بَعُدَ كما يسمعه من قَرُبَ

"Bahwasanya pada hari kiamat kelak Allāh berseru dengan suara, orang yang dekat maupun yang jauh mendengarnya sama saja."

Kata Imām Bukhāri dalam kitābnya خلق أفعال العباد (Khalqu Af'ālil 'Ibād):

وفي هذا دليل على أن صوت الله لا يشبه أصوات الخلق ؛ لان صوته جل ذكره يسمع من بعد كما يسمع من قرب وأن الملائكة يصعقون من صوته

“Dan ini merupakan dalīl, bahwasanya suara Allāh tidak sama dengan suara makhluk, karena suara Allāh itu mendengar dekata atau jauh sama saja dan malāikat bisa pingsan gara-gara mendengar suara Allāh Subhānahu wa Ta'āla.”

Kemudian kata beliau:

فإذا تتاند الملائكة لم يصعقوا

"Adapun tatkala malāikat saling berbicara di antara mereka, mereka tidak saling pingsan."

Malāikat dengan suara malāikat tidak jadi masalah. Tatkala malāikat mendengar suara Allāh Subhānahu wa Ta'āla mereka bisa pingsan.

فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَندَادًا وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ

"Oleh karenanya janganlah kalian menyamakan Allāh dengan yang lainnya."

(QS Al Baqarah: 22)

==> Tidak ada satupun yang sama dengan sifat Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Di sini Imām Bukhāri menetapkan Allāh mempunyai suara tetapi suara Allāh tidak sama dengan suara makhluk.

Orang-orang liberal mengikuti orang-orang Asysyāirah, mengatakan, "Allāh tidak mempunyai suara", berarti Allāh berbicara tanpa huruf tanpa suara.

Lalu bagaimana? Al Qurān bagaimana? Al Qurān kan ada hurufnya. Alif Lam min dan seterusnya ?

Kata mereka itu bukan firman Allāh melainkan terjemahan Muhammad terhadap firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Ini bahaya! (In syā Allāh akan kita jelaskan tatkala pembahasan tentang pluralisme).

Kalau kita katakan, "Allāh berbicara dengan suara, dengan huruf, dengan bahasa yang Allāh kehendaki, mau berbicara dengan bahasa Arab terserah Allāh, mau berbicara dengan bahasa Ibrāni terserah Allāh.

Lalu kenapa anda mengatakan Allāh tidak boleh mempunyai suara ? Mana dalīlnya ?

Oleh karenanya yang benar pendapat Imām Bukhāri, Imām Ahmad, pendapat Ahlu sunnah wal jama'ah, bahwasanya Allāh berbicara dengan suaranya.

Lihat perkataan Abū 'Īsā at Tirmidzi.

Siapa At Tirmidzi? Beliau adalah pemilik sunnan At Tirmidzi, beliau berkata:

وقد قال غير واحد من أهل العلم في هذا الحديث

Dan telah berkata banyak ulamā tentang hadīts ini yaitu hadīts:

إِنَّ اللَّهَ يَقْبَلُ الصَّدَقَةَ وَيَأْخُذُهَا بِيَمِينِهِ ، فَيُرَبِّيهَا

"Allāh menerima shadaqah kemudian Allāh mengambil dengan tangan kanannya kemudian Allāh mengembangkan sedekah tersebut."

وما يشبه هذا من الروايات من الصفات، ونزول الرب تبارك وتعالى كل ليلة إلى السماء الدنيا. قالوا: قد ثبتت الروايات في هذا، ويؤمن بها، ولا يتوهم، ولا يقال كيف؟

هكذا روي عن مالك بن أنس, وسفيان بن عيينة, وعبد الله بن المبارك أنهم قالوا في هذه الأحاديث: أمروها بلا كيف، وهكذا قول أهل العلم من أهل السنة والجماعة


"Demikian juga hadīts-hadīts yang berkaitan dengan sifat-sifat Allāh, di antaranya tentang hadīts yang menjelaskan Allāh turun kelangit dunia setiap malam.

Kemudian para ulamā berkata:

Telah jelas riwayat-riwayat tentang masalah ini, maka hendaklah diimāni dan jangan dipikirkan bagaimana-bagaimananya dan tidak boleh bertanya bagaimana, (kita harus imāni).

Inilah 'aqidahnya diriwayatkan oleh Imām Mālik dari Sufyan bin 'Uyainah dari Ibnu Mubarak mereka berkata tentang hadīts-hadīts sifat:

"Terimalah tanpa engkau tanya bagaimananya, ini pendapat dari para ulamā dari kalangan ahlu sunnah wal jama'ah."

وأما الجهمية فأنكرت هذه الروايات وقالوا هذا تشبيه

Adapun kelompok Jahmiyah, maka mereka menolak riwayat-riwayat ini, kata mereka ini hadīts tasybīh (maksudnya, kalau anda menetapkan sifat-sifat Allāh berarti anda mentasybih Allāh dengan makhluk.)

==> Ini perkataan jahmiyyah.

وقد ذكر الله عز وجل في غير موضع من كتابه اليد والسمع والبصر

"Kemudian Allāh menyebutkan dalam banyak tempat dalam Al Qurān, bahwasanya Allāh punya tangan, Allāh punya pendengaran dan Allāh mempunyai penglihatan."

فتأولت الجهمية هذه الآيات ففسروها على غير ما فسر أهل العلم

"Maka Jahmiyah mentak'wil, (kata mereka) maksud tangan adalah kekuatan atau nikmat, pendengaran maksudnya begini, penglihatan maksudnya begini."

Kata mereka, kalau kita tetapkan tangan maka Allāh seperti makhluk, kalau kita tetapkan pendengaran maka seperti makhluk, makhluk mempunyai pendengaran, kalau begitu kita tolak.

Kalau kita bilang Allāh bisa melihat berarti sama dengan makhluk juga bisa melihat kalau begitu maksudnya apa mereka tolak?

Mereka mentakwil.

وقالوا إن الله لم يخلق آدم بيده وقالوا إن معنى اليد هاهنا القوة

"Kata mereka Allāh tidak pernah ciptakan Ādam dengan tangannya tapi Allāh ciptakan Ādam dengan kekuatan atau dengan nikmat."

Dan mereka berkata bahwasanya yang menafsirkan tangan dengan kekuatan itu adalah orang-orang Jahmiyah dan sampai sekarang banyak orang seperti itu.

وقال إسحق بن إبراهيم إنما يكون التشبيه إذا قال يد كيد أو مثل يد أو سمع كسمع أو مثل سمع فإذا قال سمع كسمع أو مثل سمع فهذا التشبيه

"Dan berkata Ishak bin Ibrahim, hanya disebut tasybih bila kita berkata tangan Allāh seperti tangan manusia (itu baru tasybih) sama seperti kita menyamakan mendengaran Allāh sama seperti pendengaran manusia."

وأما إذا قال كما قال الله تعالى

Adapun jika kita berkata seperti firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla:

يد وسمع وبصر ولا يقول كيف ولا يقول مثل سمع ولا كسمع فهذا لا يكون تشبيها وهو كما قال الله تعالى في كتابه

Allāh punya tangan, punya pendengaran, punya penglihatan dan kita mengatakan kita tahu bagaimananya, tidak kita katakan seperti pendengaran si Fulān maka ini bukan tasybih sebagaimana firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla dalam kitab-Nya:

ۚ لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

"Bahwasanya tidak ada satupun yang serupa dengan Allāh dan Dialah yang Maha Mendengar dan Maha Melihat."

(QS Asy Syura: 11)

Jadi inilah 'aqidah ahlu sunnah wal jama'ah, kenapa saya sengaja menukilkan perkataan para ulamā, agar anda yakin yang saya sampaikan ini bukan karangan saya, bukan karangan Ibnu Taimiyyah, bukan!

Tetapi ini pendapat para salaf bahwasanya ahlu sunnah wal jama'ah meyakini Allāh memiliki sifat tetapi sifat tersebut tidak sama dengan makhluk.
________

🌍 BimbinganIslam.com
Jum’at, 13 Syawwal 1438 H / 07 Juli 2017 M
👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA
📗 Materi Tematik: Aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah (Bagian 12 dari 13)
⬆ Link Download Audio: bit.ly/BiAS-Tmk-FA-AqidahAhlusSunnah-12
⬆ Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=yM_U35aSVbs
~~~~~~

No comments:

Post a Comment