Friday, June 2, 2017

Bimbingan Muamalah Maaliyah | Zakat Untu Gharim, Fī Salīlillāh Dan Mertua

🔰 ZAKAT UNTUK GHARIM  DAN SABĪLILLĀH
klik link audio

#  Pertanyaan dari Bapak Zulkifli di Cileungsi

T:
الســـلامـ عليكــــمـ ورحمة الله وبركــــاته  

Ustadz,

⑴ Apakah boleh membayar zakat ke ikhwan kita yang mempunyai hutang?

⑵ Bolehkah zakat itu, untuk membayar bantuan operasional radio **  (misalnya) /sarana dakwah?

J: Hutangnya untuk keperluan apa?

T: Untuk membayar kebutuhan pokok (sehari-hari).

J: Kemudian dia punya asset lain tidak untuk menutupi hutangnya?



Dia memang ada hutang tapi misalnya tanahnya di kampung ada 5 hektar.

Ada asset lain untuk menutupi hutangnya?

T: Ada yang ada dan ada juga yang tidak

----------------------------------

#  Jawaban


وعليكـمــ اﻟسّلامــ ورحمـۃ اﻟلّـہ وبركاتہ

Pertanyaan pertama:

Bolehkah kita menyalurkan zakat kepada orang yang berhutang untuk kebutuhan pokoknya?

⇨Al Gharimin yang berhak menerima zakat adalah yang statusnya sebagai orang yang berhutang, untuk:

1. Suatu hal yang mubah, bukan untuk hal yang haram.

2. Berhutang untuk hajjah (ada kebutuhan) nya.

Kalau tidak terpenuhi salah satu dari 2 hal ini maka tidak boleh dia menerima zakat untuk membayar hutangnya.

Contoh, dia berhutang umpamanya untuk beli mobil mewah padahal:

1. Bagi dia cukup kendaraan motor karena dia hanya berdua dengan istrinya saja.

2. Dan bisa bawa motor.

3. Dan memang tidak membutuhkan mobil.

MAKA, tidak boleh diberikan zakat untuk dia, karena ini lebih dari hajjah (kebutuhannya).

Akan tetapi jika kondisinya punya istri dengan 5 anak.

Tidak mungkin naik motor dengan 7 orang kan?

Berarti dia butuh mobil, butuh transportasi untuk itu.

Berhutang untuk mobil dan sebatas kemampuannya. Yaitu seharga mobil minimal yang bisa digunakan oleh dia.

Maka berhutang seperti adalah mubah.

Apabila lebih dari kebutuhannya, misalnya mobil yg dibeli adalah mobil mewah, maka hal ini TIDAK mubah. Bahkan termasuk ishraf (berlebih-lebihan).

Maka tidak boleh dibayarkan (salurkan) zakat kepada dia.

Bila terpenuhi persyaratan ini:

1. Dia berhutang untuk sesuatu yang mubah.
2. Dan sesuai dengan kebutuhan dia.
3. Dan dia tidak memiliki asset yang lain.

Maka boleh dibayarkan zakat padanya.

Sedangkan kepada yang memiliki aset, seperti tadi, di kampungnya ada tanah 5 hektar, maka dia memang berhutang tapi bisa dia jual sebagian petak tanahnya tadi, mungkin dengan 100 meter tanahnya bisa menutupi hutangnya ini dan masih ada sisanya lebih banyak lagi assetnya, maka dengan demikian TIDAK boleh dibayarkan juga hutang dia. Walaupun hutangnya untuk kebutuhan pokoknya.


Pertanyaan kedua:

1. Zakat untuk sarana dakwah dibolehkan kah atau tidak?

2. Atau masuk Asnaf yang mana?

Sebagian para ulama menafsirkan fīsabilillāh dengan lebih umum, yaitu setiap shubulul khoiryr (jalan jalan kebaikan).

Apapun jalan kebaikan ini dibolehkan.

Dan ini pendapat yang dikuatkan oleh MUI pusat.

Tapi pendapat ini menurut saya, Wallāhu Ta'āla a'lam, marjuh (tidak kuat sekali).

Di antaranya berdasarkan dalil bahwa Allāh jelaskan satu persatu,
8 asnaf:

√ Fakir
√ Miskin
√ Orang yang berhutang
√ Amil

Bukankah semua itu adalah jalan kebaikan?

Tapi sekarang kita terjemahkan jalan kebaikannya adalah seluruh jalan kebaikan.

Kalau begitu, buang-buang kata-kata Allāh (yang menyebutkan 8 ashnaf) dan menjadikan satu (yaitu jalan kebaikan) dan akan menutup seluruhnya.

Tentulah makna fīsabilillāh di sini menyempit, yaitu dengan makna muqathil mujahidin (orang yang berperang dijalan Allāh Subhānahu wa Ta'āla).

Para khibar ulama lembaga ulama besar kerajaan Saudi Arabia meluaskan makna fīsabilillāh ini. Tapi tidak terlalu luas juga.

Yaitu dengan mengqiyaskan bahwasanya jihad fīsabilillāh sebagaimana Islam sebarkan yaitu dengan saifu wa sinna (senjata dengan jihad dan ilmu dengan dakwah).

Sehingga untuk sarana ilmu dan sarana dakwah dibolehkan untuk dibayarkan (menerima) zakat.

Akan tetapi, karena ini hukumnya dari qiyas maka jangan menjadi prioritas.

Yang tsabit dengan nash, seperti fakir miskin, harus lebih dipentingkan.

Kalau untuk sarana dakwah, berapapun zakat anda akan habis.

Maka prioritaskan dulu yang fakir miskin.

Dalam banyak hadīts Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan;

"Diambil dari yang kaya diberikan kepada fakir miskin."

Seolah-olah yang menerima zakat itu hanyalah fakir miskin saja.

Maka buatlah skala prioritas bila anda adalah sebuah lembaga Amil, misal:

1. Tertutupinya hajjah fakir miskin, karena ini hajjah daruriyah sekali,
2. Baru kemudian untuk sarana-sarana lainnya,

Sampaikanlah pada sarana dakwah tadi, hendaklah lembaga atau instansi dakwah tersebut dalam hal ini agar bijak.

Bila memang operasional mereka telah tertutupi sebaiknya jangan lagi terima dari zakat ini.

Bila belum tertutupi operasional maka halal bagi mereka untuk menerimanya.

Wabillahi taufik.
-----------------------------

🔰ZAKAT UNTUK MERTUA & ORANG TERLILIT HUTANG
klik link audio

# Pertanyaan dari Abu Umair

السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

1. Bolehkah mertua diberikan zakat, Ustadz?
2. Dan apakah zakat bisa diberikan kepada orang yang terlilit hutang?

# Jawaban

وعليكـمــ اﻟسّلامــ ورحمـۃ اﻟلّـہ وبركاتہ

1. Mertua BOLEH menerima zakat karena dia bukan ushul*) dan furu' anda, maka boleh Anda berikan zakat kepada dia.

KECUALI jika mertua tadi tinggal bersama Anda dan Anda berikan nafkah harian dia, maka TIDAK BOLEH.

Kalau dia tidak tinggal bersama Anda, maka BOLEH zakat diberikan kepada dia

2. Yang termasuk terlilit utang adalah utang untuk hal yang mubah dan dia tidak memiliki asset untuk menutupi hutangnya, ini yang penting.

Dan tidak berlebih-lebihan dalam berhutang untuk kebutuhan yang mubah **)

Kalau orang berhutang untuk kebutuhan yang dibolehkan dan ada hajah, akan tapi gaya hidupnya adalah berhutang, beli rumah hutang, beli motor hutang, beli panci hutang semuanya hutang, orang seperti ini tidak boleh diberikan zakat sebagai gharimin.

Sedangkan kalau berhutang untuk rumah karena memang tidak mampu untuk beli atau membuat rumah dan dia mempunyai gajinya dan diperkirakan mampu untuk membayarnya, tapi kemudian ternyata tidak mampu untuk membayar hutangnya maka boleh anda bayarkan hutang dia.

Akan tetapi yang sudah jatuh tempo angsurannya selama 1 tahun.

Sedangkan yang untuk kedepannya (angsuran yang selanjutnya) tidak boleh karena belum jatuh temponya. *)

Jatuh tempo setahun ini artinya angsuran atau hutang rumah dari tahun kemarin sampai tahun sekarang, yang seharusnya dibayarkan, ternyata tidak mampu dia bayar.

Jadi yang ini jatuh tempo boleh Anda tutupi hutangnya, tapi untuk 10 tahun kedepan tidak boleh, karena belum jatuh temponya.

Saya kira bisa dibedakan mana  yang tergolong orang yg mustahik almusath minnal gharimin (orang yang berhutang perlu diberikan zakat) dan mana yang tidak boleh diberikan zakat.

*)
Silsilah dengan jalur ke atas, seperti bapak, kakek, terus ke atas. Berbeda dengan furu'  yaitu jalur ke bawah, seperti anak, cucu, dan terus ke bawah.

**)
Syarat: Hutangnya untuk yang mubah dan tidak boleh untuk sesuatu yang haram.

*)
Pada hutang rumah biasanya temponya bertahun-tahun maka yang dibayarkan adalah yang jatuh tempo tahun itu saja.


Ditranskip oleh : Team Transkip BiAS & ETA
➡ Join Channel : http://bit.ly/BimbinganMuamalahMaaliyah

________

🌍 BimbinganIslam.com
Jum'at, 07 Ramadhān 1438 H / 02 Juni 2017 M
👤 Ustadz Dr. Erwandi Tarmizi, MA
📔 Bimbingan Muamalah Maaliyah | Zakat Untu Gharim, Fī Salīlillāh Dan Mertua
⬇ Download Audio :
https://archive.org/details/ZAKATSERIES-18ZAKATUNTUKGHARIMSABILILLAH
⬇ Download Audio :
https://archive.org/details/ZAKATSERIES-21ZAKATUNTUKMERTUAORANGTERLILITHUTANG
🌐 Sumber: ETA [Erwandi Tarmizi & Associates]
----------------------------------

No comments:

Post a Comment