Tuesday, November 28, 2017

Hadits Pertama (Bagian 01 dari 05)

HADĪTS PERTAMA (BAGIAN 1 DARI 5)
klik link audio

 بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله على إحسانه، والشكر له على توفيقه وامتنانه، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له تعظيما لشأنه، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله الداعي إلى رضوانه، اللهم  صلى الله عليه وعلى آله وأصحابه وأخوانه


Alhamdulillāh, pada hari ini Allāh Subhānahu wa Ta'āla memberikan kesempatan kepada kita untuk bisa bermajelis dalam rangka untuk mempelajari hadīts-hadīts Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.

Pada pertemuan kemarin, kita telah membahas faedah-faedah yang bisa diambil dari hadīts pertama Arba'in An Nawawiyah, yaitu hadīts yang diriwayatkan oleh 'Umar bin Khaththāb radhiyallāhu 'anhu di mana Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإنَّمَا لِكُلِّ امْرِىءٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلى اللهِ وَرَسُوله فَهِجْرتُهُ إلى اللهِ وَرَسُوُله، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَو امْرأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلى مَا هَاجَرَ إلَيْهِ

"Bahwasannya amalan-amalan disertai dengan niat-niat dan bagi setiap orang apa yang dia niatkan. Barangsiapa yang hijrahnya niatnya adalah untuk Allāh dan Rasūl-Nya maka dia akan meraih pahala karena hijrahnya kepada Allāh dan Rasūl-Nya. Barangsiapa yang hijrahnya di dunia karena ingin meraih dunia atau karena ingin menikahi seorang wanita maka dia akan meraih sesuai dengan apa yang dia niatkan."


Telah kita bahas beberapa faedah dari hadīts tersebut dan in Syā Allāh, kita akan lanjutkan faedah-faedah dan kaidah-kaidah yang bisa kita raih dari hadīts ini.

Terlalu banyak ulamā yang menulis faedah-faedah dari hadīts yang kelihatannya pendek akan tetapi banyak sekali faedah yang bisa diraih, yang bisa didapatkan.

Sampai-sampai Zainuddin Al Iraqi rahimahullāh Ta'āla dalam kitābnya Syarhu At Taqrīb, beliau menyebutkan sekitar 61 faedah dan kaedah tatkala beliau menyarah hadīts ini.

Demikian juga para ulamā-ulamā yang lain seperti Al Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari juga menyebutkan faedah-faedah yang banyak dari hadīts ini.

Pada kesempatan yang berbahagia ini, kita menyebutkan sebagian dari apa yang telah dikumpulkan oleh para ulamā
Di antara faedah yang berkaitan dengan hadīts ini yaitu:

⑴ Pentingnya metode dalam mengajarkan.

Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam dalam hadīts ini, sebelum memberikan contoh Beliau memberikan kaidah.

Kata Beliau:

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإنَّمَا لِكُلِّ امْرِىءٍ مَا نَوَى

"Sesungguhnya amalan-amalan itu berdasarkan niatnya dan bagi setiap orang, apa yang dia niatkan."

⇒ Ini kaedah, bagi setiap orang apa yang dia niatkan.

Setelah itu, Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam  menyebutkan contoh:

فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلى اللهِ وَرَسُوله فَهِجْرتُهُ إلى اللهِ وَرَسُوُله، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَو امْرأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلى مَا هَاجَرَ إلَيْهِ

"Barangsiapa yang hijrahnya karena Allāh dan Rasūl-Nya, maka hijrahnya karena Allāh dan Rasūl-Nya. Barangsiapa yang hijrahnya karena dunia atau karena wanita yang ingin dia nikahi, maka hijrahnya sesuai dengan apa yang dia niatkan."

Ini uslub yang penting dalam belajar dan mengajar.

Tatkala seorang mengajarkan, sebelum dia memberikan permisalan-permisalan, dia sebutkan kaedah. Kemudian setelah menyebutkan kaedah, untuk memperjelas dari kaedah tersebut, dia menyebutkan contoh-contoh sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.

Oleh karenanya sebagian ulamā menyatakan, kenapa madzhab Al Imām Syāfi'i begitu tersebar dan mudah diterima serta begitu mudah untuk berkembang. Dan banyak sekali buku-buku yang mengkhidmah ikut menyebarkan madzhab Syāfi'i. Sehingga sebagian ulamā dari ahlu ra'yi berpindah ke madzhab Syāfi'i.

Demikian juga sebagian ulamā dari madzhab Mālikiyyah pindah ke madzhab Syāfi'i.

Disebutkan diantara keistimewaan Al Imām Syāfi'i rahimahullāh yang tidak dilakukan oleh Al Imām Mālik dan juga tidak dilakukan oleh Al Imām Abū Hanifah rahimahullāh adalah bahwa Al Imām Syāfi'i rahimahullāh menulis dua kitāb yang merupakan karya spekatakuler Al Imām Syāfi'i rahimahullāh.

Kitāb yang pertama adalah kitāb Ar Risalah.

Kitāb Ar Risalah isinya adalah kaedah-kaedah, baik kaedah dalam ushul fiqh maupun kaedah dalam ushul hadīts dan juga sebagian dari ushul Qur'an.

Kemudian beliau juga menulis kitāb Al Umm yang merupakan kitāb fiqh, yang merupakan praktek dari kitāb Ar Risalah atau kaedah yang beliau tuliskan dalam Ar Risalah.

Sehingga proses belajar-mengajar yang dilakukan oleh Al Imām Syāfi'i berhasil dan mudah untuk dipahami, karena beliau menulis kitāb kaedah, baru kemudian menulis kitāb praktek dari kaedah-kaedah tersebut, yaitu kitāb Al Umm.

⑵ Amalan tanpa niat tidak ada nilainya di sisi Allāh.

Takkala Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam  bersabda:

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ

"Sesungguhnya amalan-amalan tergantung dari niat."

Ini adalah dalīl bahwasannya apabila ada  amalan timbul tanpa niat maka "Lā yu'tabar 'indallāhu", maka tidak ada nilainya disisi Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Kalau ada amalan sampai muncul tanpa ada niat, maka hal ini tidak bisa dinilai oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Apakah itu amalan shālih atau amalan yang buruk.

Barangsiapa yang beramal dengan niat yang shālih, maka amalannya shālih. Barangsiapa yang beramal dengan niat yang buruk maka amalannya merupakan amalan yang buruk.

Akan tetapi takkala muncul amalan tanpa ada niat maka tidak ada nilainya (tidak bisa dinilai).

Sebagai contoh seperti amalan-amalan yang dilakukan oleh orang gila.

Kalau ada orang gila (misalnya), dia melakukan ibadah, dia rajin shalāt, setiap waktu dhuha dia shalāt dhuha.

Apakah shalāt dia diterima?

Jawabannya tidak, karena dia melakukannya tanpa ada niat.

Aslinya dia gila, bagaimana dia mendapatkan pahala.

Tahu-tahu orang gila ini suka membaca Al Qur'ān melebihi orang yang sadar, melebihi orang yang waras. Dia baca Al Qur'an terus tanpa berhenti.

Apakah dia dapat pahala?

Jawabannya tidak. Karena dia gila.

Sebaliknya jika dia melakukan kesalahan, contohnya, tahu-tahu orang gila ini dengan kegilaannya dia mencuri harta orang lain, maka orang gila ini tidak bisa dipotong tanggannya.

Kenapa?

Karena dia melakukan tanpa ada niat.

Amalan dia kosong daripada niat.

Atau tiba-tiba dia (orang gila) menzinahi seorang wanita, maka tidak juga dikatakan dia berdosa kemudian dia diberi hukum had, dirajam atau dicambuk.

Kenapa?

Karena dia melakukan amalan tersebut, tanpa ada niat.

Akan tetapi para ulamā, memberikan peraturan, kalau ada orang gila yang seperti ini maka hendaknya ditahan atau dipenjarakan, jika dia melakukan kerusakan-kerusakan. Bukan karena apa-apa, tetapi menghindari timbulnya mafsadah, kerusakan yang ditimbulkan oleh orang yang tidak sadar ini.

Berbeda dengan orang yang melakukan kesalahan karena mabuk. Ini disebutkan oleh para ulamā, orang yang mabuk, dia mabuk dengan sengaja, dengan irādah dia, dengan kehendak dia. Dia mengambil bir kemudian dia minum akhirnya dia mabuk. Setelah dia mabuk, dia melakukan kesalahan.

Contohnya: 

Dia memukul orang atau dia kemudian mencuri barang orang lain atau dia melakukan hal-hal kriminal, maka dia harus dihukum.

Meskipun tatkala dia melakukan diluar dari kehendak dia.

Tatkala dia sedang mabuk, dia melakukan perbuatan tanpa ada kehendak. Tetapi syari'at memberi hukuman kepada dia, kenapa?

Karena mabuknya maka sebagai hukuman, sebagai peringatan keras terhadap dia, karena dia mabuk dengan sengaja. Karena mabuknya dengan sengaja, maka apa yang timbul dari mabuk tersebut juga dikenakan hukuman bagi dia.

Ini bedanya antara orang yang mabuk dengan orang yang gila.

Faedah berikutnya, kita lihat bahwasannya:

⑶ Pahala seseorang bisa menjadi besar atau kecil tergantung niat seseorang.

Ikhlās itu bertingkat-tingkat, tidak semua orang ikhlāsnya sama.

Oleh karenanya, semakin kuat keikhlāsan seseorang maka akan semakin besar pahala yang akan Allāh berikan kepada dia.

Sebagaimana semakin tinggi keimānan seseorang maka akan semakin besar pahala yang Allāh berikan kepada dia.

Sebagai bukti akan hal ini adalah para shahābat.

Keikhlāsan dan keimānan para shahābat luar biasa. Jika mereka berinfāq sedikit saja maka nilainya sangat besar disisi Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Sampai-sampai Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:

لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِي فَلَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيفَهُ

"Jika salah seorang di antara kalian memiliki emas sebesar gunung uhud kemudian diinfāqkan di jalan Allāh Subhānahu wa Ta'āla, maka tidak akan sama dengan infāq-nya shahābat dengan segenggam gandum atau segenggam kurma atau dua genggam gandum atau dua genggam kurma."

Tidak sama, padahal gandum dan kurma nilainya sedikit. Namun takkala yang menginfāqkannya adalah seorang shahābat yang keikhlāsan dan keimānannya luar biasa, maka nilainya lebih tinggi daripada orang-orang yang setelah mereka yang berinfāq (misalnya) emas sebesar gunung uhud.

Ini yang menunjukkan bahwasannya keikhlāsan mempengaruhi pahala yang Allāh Subhānahu wa Ta'āla berikan kepada amalan seseorang.

Oleh karenanya Ibnul Mubārak rahimahullāh mengatakan:

  رب عمل صغير تعظمه النية، ورب عمل كبير تصغره النية

"Betapa banyak amalan yang kecil jadi bernilai besar, yang membesarkannya adalah niat yang tulus. Dan sebaliknya, bisa jadi ada amalan yang besar menjadi kecil nilainya disisi Allāh Subhānahu wa Ta'āla karena niatnya yang tidak tulus."

Karenanya kita dapati, terkadang Allāh beri berkah kepada amalan seorang yang kelihatannya sepele. Dia mungkin punya harta sedikit namun dia infāqkan dengan penuh ketulusan, maka Allāh berkahi amalannya, berkembanglah apa yang dia infāqkan, diberkahi oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Kenapa?

Karena ketulusan niatnya.

Sebaliknya bisa jadi memiliki harta yang banyak, tetapi takkala dia berinfāq niatnya tidak tulus maka kurang diberkahi oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Dia bangun masjid di sana, bangun masjid di sini, namun tidak ada yang shalāt, kosong masjidnya.Terkadang orang masuk masjidnya, kotor isinya, kurang diberkahi oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Kenapa?

Karena niatnya yang kurang tulus.

Oleh karenanya saya ingatkan, jangan pernah sepelekan sedikit amalan yang kita lakukan, yang penting adalah niat kita takkala melakukan amalan tersebut.

Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam  bersabda:   
       
 لاَ تَحْقِرَنَّ منَ المعْرُوفِ شَيْئاً ولوْ أنْ تَلْقَ أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ

"Jangan kau meremehkan amalan apapun meskipun engkau senyum tatkala bertemu dengan saudaramu."

(Hadīts riwayat Muslim nomor 2626)

Kalau kita senyum saat bertemu dengan saudara, ikhlās karena Allāh Subhānahu wa Ta'āla, mencari keridhāan Allāh Subhānahu wa Ta'āla, maka ini jangan disepelekan.

Ini bernilai disisi Allāh Subhānahu wa Ta'āla, daripada kita tebar senyuman, tebar pesona, senyum sana-senyum sini tapi ternyata ada udang dibalik batu, untuk dipilih ketika pilkada (misalnya), ini tidak ada faedahnya.

Ini di antara faedah yang bisa kita ambil, besok in Syā Allāh kita lanjutkan biidzillāhi Ta'āla.

وبالله التوفيق و الهداية
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

Ditranskrip oleh Tim Transkrip BiAS
-------------------------------------

🌍 BimbinganIslam.com
Selasa, 10 Rabi’ul Awwal 1439 H / 28 November 2017 M
👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA
📗 Hadits Arba’in Nawawī
🔊 Hadits Pertama (Bagian 01 dari 05)
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-FA-HaditsArbainNawawi-0108
-----------------------------------

No comments:

Post a Comment