Friday, April 6, 2018

Kajian 102 | Puasa Yang Diharamkan (Bagian1)

PUASA YANG DIHARAMKAN (BAGIAN 1)
klik link audio

بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد


Para sahabat Bimbingan Islām dan kaum muslimin yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla

Kita lanjutkan pelajaran kita dalam kitāb Ash Shiyām (Kitāb Puasa) dan kita sampai pada puasa yang diharamkan.

Berkata penulis rahimahullāh:

((ويحرم صيام خمسة أيام: العيدان وأيام التشريق الثلاثة))

Dan diharamkan puasa pada 5 (lima) hari, yaitu:


⑴ Dua hari 'Ied (العيدان)

(yaitu 'Iedul Fitri dan 'Iedul Adha.)

⑵ Tiga hari pada hari Tasyrīq ( التشريق الثلاثة)

Hari tasyrīq adalah hari pada tanggal 11,12 dan 13 Dzuhijjah.

Kemudian:

((ويكره صوم يوم الشك إلا أن يوافق عادة له))

"Dan dimakruhkan berpuasa pada hari syak, kecuali dia bersamaan atau bertepatan dengan puasa yang biasa dia kerjakan."

Hari syak adalah hari yang ragu, artinya apakah dia masuk ke dalam bulan Ramadhān atau masih di bulan Sya'bān, itu yang disebut sebagai hari syak.

Para sahabat yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Bahwasanya diharamkan puasa pada 5 (lima) 
hari.

⑴ 'Iedul Fithr
⑵ 'Iedul Adha

Hal ini berdasarkan hadīts yang diriwayatkan oleh Imām Muslim dari Abū Said AlKhudri radhiyallāhu Ta'āla 'anhu.

Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam)  bersabda:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم نَهَى عَنْ صِيَامِ يَوْمَيْنِ يَوْمِ الْفِطْرِ وَيَوْمِ النَّحْرِ

"Bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam melarang puasa dari dua hari ('Iedul Adha dan ‘iedul fithr)."

(Hadīts riwayat Muslim nomor 827)

Perkara ini merupakan kesepakatan para ulamā (ijmā' ulamā) bahwa puasa pada dua hari tersebut hukumnya adalah haram.

Apakah puasa sunnah atau puasa wajib seperti puasa nadzar atau puasa kafarah, maka tidak boleh dilakukan pada hari tersebut.

Di dalam hadīts yang lain, yang disebutkan oleh Abū 'Ubaid Maulā Ibnu Azhar beliau berkata:

شَهِدْتُ الْعِيدَ مَعَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ ـ رضى الله عنه ـ فَقَالَ هَذَانِ يَوْمَانِ نَهَى رَسُولُ اللَّهِصلى الله عليه وسلم عَنْ صِيَامِهِمَا يَوْمُ فِطْرِكُمْ مِنْ صِيَامِكُمْ، وَالْيَوْمُ الآخَرُ تَأْكُلُونَ فِيهِ مِنْ نُسُكِكُمْ.

Saya menyaksikan (melaksanakan shalāt) 'Ied bersama 'Umar bin Khaththāb maka beliau pun berkata:

"Bahwasanya ini adalah dua hari yang dilarang oleh Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam  untuk berpuasa pada hari tersebut, (yaitu) pada hari fithr setelah kita berpuasa Ramadhān dan hari yang lain adalah pada saat kalian makan, makanan sembelihan kalian yaitu pada saat 'Iedul Adha."

(Hadīts riwayat Bukhāri nomor 1990)

Begitu juga hadīts dari Abū Said Al Khudriy yang tadi disebutkan.

Kemudian hari berikutnya adalah tiga hari pada saat hari-hari tasyrīk, yaitu:

⑶ 11 Dzulhijjah
⑷ 12 Dzulhijjah
⑸ 13 Dzulhijjah

Dan tidak boleh seorang berpuasa sunnah. Ini merupakan jumhur mayoritas para ulamā berdasarkan hadīts dari Nubaysyah Al Hudzaliy beliau berkata, Rasūlullāh  shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

أَيَّامُ التَّشْرِيقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ

"Hari tasyrīk adalah hari makan dan minum."

(Hadīts riwayat Imām Muslim nomor 1141)

Oleh karena itu puasa pada hari tasyrīk hukumnya adalah haram kecuali bagi jamā'ah haji yang dia tidak mendapatkan hadyu (hewan untuk disembelih) apakah karena tidak ada atau karena tidak punya.

فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ ۗ

"Apabila kalian tidak mendapatkan hadyu (binatang sembelihan) apakah dia tidak mampu maka dia boleh menggantikannya dengan berpuasa tiga hari pada saat pelaksanaan haji dan tujuh hari pada saat pulang."

(QS AlBaqarah 196)

Dan para ulamā telah membahas ini dan diperbolehkan apabila memang harus berpuasa pada hari tasyrīk bagi jamā'ah tersebut.

Adapun selain mereka maka tidak diperbolehkan untuk berpuasa pada hari tersebut (hari tasyrīk).

Dan juga berdasarkan hadīts yang diriwayatkan oleh Imām Muslim, dari Ka'ab bin Mālik radhiyallāhu ta'āla 'anhu, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم بَعَثَهُ وَأَوْسَ بْنَ الْحَدَثَانِ أَيَّامَ التَّشْرِيقِ فَنَادَى  " أَنَّهُ لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ إِلاَّ مُؤْمِنٌ . وَأَيَّامُ مِنًى أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ "

Bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengutus beliau dan juga mengutus Ausa bin Al Hadatsān pada hari tasyrīk. Maka keduanyapun menyeru (mengumumkan) bahwa perintah dari Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam:

“Bahwasanya tidak ada yang masuk surga kecuali orang berimān dan hari-hari Minā adalah hari makan dan minum.”

(Hadīts riwayat Muslim nomor 1142)

⇒ Ini adalah perintah dari Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam untuk menjadikan hari tasyrīk sebagai hari makan dan minum.

Mudah-mudahan bisa dipahami, semoga Allāh Subhānahu wa Ta'āla memberkahi umur-umur kita dengan menuntut ilmu agama dan in syā Allāh kita akan bertemu pada halaqah berikut.


وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
واخردعوانا أن الحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

_______

🌍 BimbinganIslam.com
Kamis, 18 Rajab 1439 H / 05 April 2018 M
👤 Ustadz Fauzan S.T., M.A.
📗 Matan Abū Syujā' | KITĀBUSH SHIYĀM (كتاب الصيام)
🔊 Kajian 102 | Puasa Yang Diharamkan (Bagian1)
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-FZ-H102
〰〰〰〰〰〰〰

No comments:

Post a Comment