Thursday, June 7, 2018

Materi Tematik | Risalah Puasa Nabi Shallallāhu ‘Alayhi wa Sallam Bagian 13

RISALAH PUASA NABI SHALLALLĀHU 'ALAYHI WA SALLAM, BAGIAN 13
klik link audio

بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد

Para sahabat Bimbingan Islām yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan kaum muslimin yang berbahagia di manapun anda berada.

Shadaqah ada yang wajib dan ada yang mustahabah.

Di antara shadaqah yang wajib adalah zakāt.

Ketahuilah, bahwasanya zakāt sebagaimana yang kita tahu adalah rukun dari rukun Islām.

Seseorang yang mengingkari kewajiban zakāt maka dia keluar dari agama dan seorang yang meninggalkan rukun tersebut maka dia berdosa dengan dosa yang sangat besar.



Oleh karena itu perkara zakāt hendaknya kita perhatikan, perkara zakāt hendaknya kita pelajari agar kita bisa menunaikan sesuai dengan ketentuan dari Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Dan sebelumnya pernah kita bahas tentang zakāt hewan ternak, zakāt barang tambang termasuk zakāt maal. Seluruhnya, kecuali zira'ah yang mana dikeluarkan pada saat setelah dipanen, maka zakāt harus memenuhi dua hal sehingga wajib dizakāti:

⑴ Telah mencapai nishāb

Nishāb adalah batas minimal bahwasanya harta tersebut terkena zakāt dan di sini kita berbicara tentang zakātul māl karena dia juga terkait dengan zakat tijārah ada hitungannya.

Dan hitungannya adalah 85 gran emas atau apabila emas per gramnya adalah 500 ribu maka nishāb nya sekitar 42.5 Juta.

⑵ Telah mencapai haul (telah satu tahun)

Dan patokan tahunnya adalah tahun hijriyyah.

Maka apabila harta sudah mencapai nishāb dan sudah sampai satu haul maka pada saat itu wajib dizakāti.

Dan tetap pada nishābnya. Apabila selama satu tahun ternyata kurang dari nishābnya maka dia tidak wajib untuk berzakāt.

Apabila hartanya sudah mencapai nishāb kemudian nishāb ini tetap sampai tahun depan atau mungkiin hartanya berlebih maka seseorang wajib untuk mengeluarkan zakāt.

Ada pertanyaan bahkan mungkin banyak pertanyaan tentang apakah mengeluarkan zakāt itu lebih afdal di bulan Ramadhān atau di bulan lainnya?

Jawabannya:

⑴ Zakāt itu terkait dengan dua hal yaitu nishāb dan haul (sampai satu tahun), maka apabila telah mencapai nishāb dan mencapai haul (satu tahun Hijriyyah) maka mulai dihitung dan dizakāti.

Seseorang apabila haulnya dia terjadi atau jatuh sebelum Ramadhān maka hendaklah dia menyegerakan untuk mengeluarkannya karena ini termasuk kebaikan dan kita tidak tahu apa yang akan terjadi.

سَابِقُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا كَعَرْضِ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ

"Hendaklah kalian berlomba-lomba kepada ampunan dari Tuhan kalian dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi."

(QS Al Hadid 21)

⑵ Tidak boleh seseorang mengakhirkan zakāt setelah jatuh tempo kecuali apabila ada udzur.

Apabila seseorang mengakhirkan zakātnya maka dia berdosa.

⑶ Diperbolehkan bagi seseorang yang ingin berzakāt, dia berzakāt sebelum jatuh tempo (haulnya) ini yang disebut dengan tak'jilu zakāt (mempercepat menunaikan zakāt).

Artinya, dia menunaikan zakāt sebelum waktu haulnya. Ini berdasarkan ātsār atau hadīts dari Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dari Āli radhiyallāhu ta'āla 'anhu, bahwanya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam memperbolehkan Abbās mempercepat zakātnya selama dua tahun.

Jadi zakāt untuk dua tahun dimajukan, ini tidak mengapa.

Demikian pula dari Āli radhiyallāhu ta'āla 'anhu:

أَنَّ الْعَبَّاسَ، سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَنْ تَعْجِيلِ صَدَقَتِهِ قَبْلَ أَنْ تَحِلَّ فَرَخَّصَ لَهُ فِي ذَلِكَ . 

"Bahwasanya Abbās bertanya kepada Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tentang menyegerakan mendahulukan zakātnya sebelum masuk atau jatuh haulnya, maka Rasūlullāh  shallallāhu 'alayhi wa sallam pun memperbolehkan hal itu."

(Hadīts riwayat Tirmidzī, Abū Dāwūd dan Ibnu Majah)

⑷ Shadaqah dan perbuatan-perbuatan baik lainnya kepada orang-orang terutama terkait dengan harta baik infāq, sedekah atau yang lainnya dan termasuk di dalamnya zakāt, di bulan Ramadhān adalah lebih baik, lebih afdhal daripada bulan-bulan lainnya sebagaimana hadīts dari Ibnu Abbās radhiyallāhu Ta'āla 'anhu beliau berkata:

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللّٰـهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ ، وَأَجْوَدُ مَا يَـكُوْنُ فِـيْ رَمَضَانَ حِيْنَ يَلْقَاهُ جِبْرِيْلُ ، وَكَانَ جِبْرِيْلُ عَلَيْهِ السَّلَامُ يَلْقَاهُ فِـيْ كُـّلِ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَـيُـدَارِسُهُ الْـقُـرْآنَ ، فَلَرَسُوْلُ اللّٰـهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدُ بِالْـخَيْـرِ مِنَ الِرّيْحِ الْـمُرْسَلَةِ

"Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam adalah orang yang paling dermawan dengan kebaikan, dan lebih dermawan lagi pada bulan Ramadhān ketika Jibrīl alayhissallām bertemu dengannya. Jibrīl menemuinya setiap malam Ramadhān untuk menyimak bacaan Al Qur'ānnya. Sungguh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam lebih dermawan daripada angin yang berhembus."

(Hadīts riwayat Bukhāri dan Muslim)

Imām Nawawi, beliau berkata:

وفي هذا الحديث فوائد؛ ومنها استحباب إكثار الجود في رمضان،

"Bahwasanya dalam hadīts ini ada beberapa faedah diantaranya dianjurkan untuk memperbanyak kedermawanan di bulan Ramadhān."

Maka barangsiapa yang dia menjadikan haulnya di bulan Ramadhān dan zakātnya di bulan Ramadhān maka ini adalah sangat baik, orang yang nishāb atau haulnya pada bulan Ramadhān atau setelah bulan Ramadhān maka diperbolehkan untuk mengeluarkan di bulan Ramadhān untuk mendapatkan keutamaan zakāt di bulan Ramadhān. 

Adapun orang yang dia haulnya / jatuh tempo zakātnya terjadi sebelum bulan Ramadhān misalnya di bulan Sya'bān atau Rajab, maka dia tidak boleh mengakhirkan zakātnya dan mengeluarkan zakātnya di bulan Ramadhān.
Karena di sini ada kezhāliman dan dia telah berbuat dosa karena dia mengakhirkan zakātnya.

Yang diperbolehkan, apabila seorang mungkin haulnya jatuh di bulan Rajab atau Sya'bān tahun depannya, maka dia boleh untuk mengeluakannya di bulan Ramadhān di tahun sebelumnya.

Dalam bab mempercepat menunaikan zakātnya dan juga masuk dalam keumuman hadīts Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam tatkala beliau ditanya tentang afdhalu shadaqah, yakni shadaqah pada bulan Ramadhān.

Tentunya ini salah satu faktor bahwa sedekah di bulan Ramadhān, zakāt di bulan Ramadhān diutamakan atau lebih utama, karena keutamaan bulan tersebut.

Namun di sana ada sisi yang lain, apabila di sana ada hajat, kebutuhan yang sangat mendesak terjadinya bencana atas kaum muslimin sehingga mereka membutuhkan bantuan dan tidak ada bantuan maka pada saat itu kita mengeluarkan zakāt itu afdhal karena ada sebab yang lain.

Namun secara waktu maka seseorang yang bersedekah di bulan Ramadhān ini lebih baik sebagaimana disebutkan di dalam hadīts Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Demikian yang bisa disampaikan pada pertemuan kali ini, mudah-mudahan bermanfaat.


وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
واخردعوانا أن الحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

_______

🌍 BimbinganIslam.com
Kamis, 22 Ramadhān 1439 H / 07 Juni 2018 M
👤 Ustadz Fauzan S.T., Lc, M.A.
📔 Materi Tematik | Risalah Puasa Nabi Shallallāhu ‘Alayhi wa Sallam Bagian 13
⬇ Download Audio: BiAS-UFz-Tematik-Risalah-Puasa-Nabi-13
----------------------------------

No comments:

Post a Comment