Monday, December 18, 2017

Hadits Kedua (Bagian 01 dari 06)

HADĪTS KEDUA (BAGIAN 1 DARI 6)
klik link audio

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله على إحسانه، والشكر له على توفيقه وامتنانه، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له تعظيما لشأنه، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله الداعي إلى رضوانه، اللهم  صلى الله عليه وعلى آله وأصحابه وأخوانه


Kita akan melanjutkan pembahasan kita dari kitāb Al Aba'in An Nawawiyyah, pada kesempatan kali ini, kita akan melanjutkan pada hadīts yang kedua yang juga diriwayatkan dari shahābat 'Umar bin Khaththāb radhiyallāhu Ta'āla 'anhu yang dikenal oleh para ulamā dengan hadīts Jibrīl.

Hadīts yang sangat mahsyur, sehingga sebagian ulamā membuat buku khusus yang menjelaskan tentang hadīts Jibrīl ini, karena terlalu banyak pelajaran yang bisa diambil dari hadīts ini.

Yaitu datangnya Jibrīl 'alayhissalām menemui Nabi Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam.

Tatkala itu Jibrīl menjelma menjadi seorang manusia atau lebih tepatnya menjadi seorang 'Arab Badui yang kemudian bertanya-tanya kepada Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.

Hadīts Jibrīl ini, adalah hadīts yang pertama yang diriwayatkan oleh Imām Muslim dalam Shahīhnya.


Kalau hadīts pertama, yang telah kita bahas,  yaitu hadīts إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ , adalah hadīts pertama dalam kitāb Shahīh Al Bukhāri.

Kalau kita membuka kitāb shahih Muslim maka hadīts pertama adalah hadīts Jibrīl.

Mari kita simak apa yang dibawakan oleh Al Imām Muslim di dalam Shahīhnya

Saya akan bacakan, tidak hanya hadītsnya akan tetapi juga sabābul wurūd (sebab datangnya) hadīts ini, yaitu kisah pertemuan dua orang tābi'in dengan Ibnu 'Umar radhiyallāhu ta'āla 'anhumā.

 عَنْ يَحْيَى بْنِ يَعْمَرَ، قَالَ كَانَ أَوَّلَ مَنْ قَالَ فِي الْقَدَرِ بِالْبَصْرَةِ مَعْبَدٌ الْجُهَنِيُّ

Dari Yahyā bin Ya'mar (salah seorang tābi'in), dia berkata:

Bahwasannya orang yang pertama kali membuat bid'ah tentang qadr (tentang masalah taqdir yaitu dari kaum Qadariyyah) di Basrah (Irāq), yaitu seorang yang bernama Ma'bad Al Juhani (sudah muncul bid'ah yaitu bid'ah Qadariyyah).

Yang ini menunjukkan bahwasannya bid'ah-bid'ah pemikiran mulai muncul di zaman shahābat, seperti di zaman Ibnu 'Umar yang meninggal sekitar 70 tahun sekian (73 tahun) Hijriyah. Berarti bid'ah Qadariyyah muncul sebelum wafatnya Ibnu 'Umar.

فَانْطَلَقْتُ أَنَا وَحُمَيْدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْحِمْيَرِيُّ حَاجَّيْنِ أَوْ مُعْتَمِرَيْنِ فَقُلْنَا لَوْ لَقِينَا أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَسَأَلْنَاهُ عَمَّا يَقُولُ هَؤُلاَءِ فِي الْقَدَرِ

Maka dia bersama shahābatnya (dua orang) berjalan berangkat menuju ke Mekkah dan melewati Madīnah dalam rangka berhaji atau berumrah. Dan mereka berdua mengatakan:

"Seandainya kita sempat bertemu dengan seorang shahābat Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam  kita akan bertanya kepada shahābat ini tentang pendapat orang-orang Qadariyyah tersebut (pendapat ahlu bid'ah yang memiliki pemikiran bid'ah tentang masalah taqdir)."

Subhānallāh kata mereka berdua:

فَوُفِّقَ لَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ دَاخِلاً الْمَسْجِدَ

"Allāh memberi taufiq kepada kami, ternyata di masjid kami bertemu dengan 'Abdullāh bin 'Umar bin Khaththāb sedang masuk dalam masjid."

فَاكْتَنَفْتُهُ أَنَا وَصَاحِبِي أَحَدُنَا عَنْ يَمِينِهِ وَالآخَرُ عَنْ شِمَالِهِ فَظَنَنْتُ أَنَّ صَاحِبِي سَيَكِلُ الْكَلاَمَ إِلَىَّ

Maka kami berdua segera merapat kepada Ibnu 'Umar, saya sebelah kanan dan temanku sebelah kiri. Dan menurut saya teman saya akan menyerahkan pembicaraan kepada saya (artinya saya juru bicara).

فَقُلْتُ أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ إِنَّهُ قَدْ ظَهَرَ قِبَلَنَا نَاسٌ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ وَيَتَقَفَّرُونَ الْعِلْمَ -

Maka aku pun bertanya kepada Ibnu 'Umar:

"Wahai Abi Abdirrahman (Ibnu 'Umar), sesungguhnya telah muncul sekelompok orang dari sisi kami dari Irāq,"

(Irāq adalah tempatnya banyak fitnah, berbagai macam fitnah timbul di Irāq seperti fitnah Qadariyyah muncul juga di Irāq),

"sekelompok orang yang mereka membaca Al Qur'ān."

(Jadi yang membuat bid'ah ini orang-orang 'alim juga, mereka membaca Al Qur'ān).

"Dan mereka membahas ilmu."

(Jadi, syaithān menggoda manusia dengan dua cara yaitu dengan cara syahwat, menjerumuskan seorang ke dalam syahwat, kemudian yang kedua dengan cara syubhat. Oang-orang yang 'alim seperti ini diberi syubhat oleh syaithān).

Mereka ini rajin membaca Al Qur'ān makanya disebutkan mereka membaca Al-Qur'ān. Bukan hanya itu, bahkan mereka juga mempelajari ilmu, hanya saja mereka terkena syubhat dari syaithān sehingga mereka memiliki pemikiran tentang bid'ah masalah taqdir.

وَذَكَرَ مِنْ شَأْنِهِمْ - وَأَنَّهُمْ يَزْعُمُونَ أَنْ لاَ قَدَرَ وَأَنَّ الأَمْرَ أُنُفٌ.

Kemudian dia menyebutkan tentang ciri-ciri mereka.

"Mereka ini (orang-orang cerdas yang di Basrah tapi ahlul bid'ah) berpendapat bahwasannya tidak ada taqdir. Segala perkara terjadi begitu saja tanpa didahului ada taqdir."

Lihat! Mereka ini orang-orang yang pintar, tapi mereka masuk dalam pembahasan yang di luar kemampuan mereka, yaitu mereka masuk dalam pembahasan masalah taqdir, seperti:

Kenapa Allāh melakukan demikian?

Kenapa Allāh mentaqdirkan demikian?

Sehingga mereka mengolah otak mereka dengan tipuan syaithān dan hembusan syubhat syaithān, sehingga mereka menyimpulkan bahwa tidak ada taqdir (inilah syubhatnya orang-orang qadariyyah).

Orang-orang qadariyyah mengatakan, kalau ada taqdir maka tidak adil.

Mengapa mereka berkesimpulan tidak ada taqdir? Yaitu semua terjadi begitu saja tanpa didahului dengan taqdir Allāh Subhānahu wa Ta'āla, Tidak ada campur tangan Allāh dalam menentukan nasib seseorang.

Karena kalau Allāh ikut campur, mereka mengatakan (menurut mereka) itu tidak adil.

Oleh karenanya mereka mengatakan bahwasannya perkara itu terjadi tanpa didahului dengan taqdir.

Lalu apa jawaban Ibnu 'Umar radhiyallāhu 'anhumā?

 قَالَ فَإِذَا لَقِيتَ أُولَئِكَ فَأَخْبِرْهُمْ أَنِّي بَرِيءٌ مِنْهُمْ وَأَنَّهُمْ بُرَآءُ مِنِّي وَالَّذِي يَحْلِفُ بِهِ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ لَوْ أَنَّ لأَحَدِهِمْ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا فَأَنْفَقَهُ مَا قَبِلَ اللَّهُ مِنْهُ حَتَّى يُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ

Kata Ibnu 'Umar, "Kalau kalian berdua bertemu dengan mereka (maksudnya orang-orang yang tidak mempercayai taqdir), sampaikanlah kepada mereka, kabarkan pada mereka, bahwasannya saya Ibnu 'Umar, berlepas diri dari mereka dan mereka berlepas diri dari saya."

Mengapa?

Karena mereka melakukan bid'ah.

⇒ Bid'ah itu bahaya, bukan bid'ah ibadah, tetapi bid'ah masalah aqidah, masalah taqdir, masalah rukun imān (taqdir).

Kemudian Ibnu 'Umar berkata, "Demi dzat yang Ibnu 'Umar bersumpah dengan-Nya (demi Allāh Subhānahu wa Ta'āla), kalau seandainya salah seorang dari mereka itu memiliki emas sebesar gunung uhud,  kemudian dia infāqkan maka Allāh tidak akan terima infāq tersebut (meskipun emas sebesar gunung Uhud)."

Sampai kapan Allāh bisa terima?

"Sampai dia berimān dengan taqdir."

Kalau dia tidak berimān dengan taqdir maka seluruh amalannya tidak akan diterima, termasuk meskipun dia berinfāq dengan emas sebesar gunung Uhud.

Ini jawaban Ibnu 'Umar radhiyallāhu ta'āla 'anhumā.

ثُمَّ قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ قَال بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيْدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيْدُ سَوَادِ الشَّعْرِ، لاَ يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ، وَلاَ يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ،

Kemudian Ibnu 'Umar berdalīl (inilah kenapa Ibnu 'Umar menyebutkan hadīts Jibrīl):

"Telah menyampaikan kepadaku, ayahku, 'Umar bin Khaththāb, beliau berkata:

Tatkala kami sedang duduk bersama Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam  pada suatu hari, tiba-tiba muncul seorang yang memakai baju yang sangat putih, rambutnya sangat hitam, tidak nampak pada orang tersebut ada bekas safar dan juga tidak ada seorang pun di antara kami yang kenal dengan dia (ini aneh)."

Jadi sekarang ini, Ibnu 'Umar akan menyebutkan hadīts yang panjang, hadīts yang dikabarkan oleh bapaknya ('Umar bin Khaththāb radhiyallāhu ta'āla 'anhu) yang disebut hadīts Jibrīl.

Besok  in Syā Allāh kita lanjutkan biidzillāhi ta'āla.

وبالله التوفيق و الهداية
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته


Ditranskrip oleh Tim Transkrip BiAS
________

🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 30 Rabi’ul Awwal 1439 H / 18 Desember 2017 M
👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, M.A.
📗 Hadits Arba’in Nawawī
🔊 Hadits Kedua (Bagian 01 dari 06)
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-FA-HaditsArbainNawawi-0201
-----------------------------------

No comments:

Post a Comment