Thursday, December 28, 2017

Tafsir Surat Al Ikhlāsh Bagian 04 | Tafsir Surat Al Ikhlāsh Ayat 2 - Selesai

TAFSIR SURAT AL IKHLĀSH (ayat 2-selesai)
klik link audio

السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله على إحسانه، والشكر له على توفيقه وامتنانه، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له تعظيما لشأنه، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله الداعي إلى رضوانه، اللهم صلى عليه وعلى آله وأصحابه وإخوانه


Ikhwan dan akhwat yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Kita lanjutkan dari pengajian tafsir Juz 'Amma surat "Qul Huwallāhu Ahad".

Kemudian kata Allāh Subhānahu wa Ta'āla:

اللَّهُ الصَّمَدُ

"Allāh adalah tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu."

Makna  الصَّمَدُ yaitu segala sesuatu membutuhkan kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan Allāh tidak butuh kepada siapapun.



Semuanya adalah makhluk Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan seluruh makhluk butuh kepada penciptanya.

Jadi seluruh makhluk adalah ciptaan Allāh Subhānahu wa Ta'āla sehingga secara otomatis butuh kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Maka dikatakanlah اللَّهُ الصَّمَدُ yang artinya tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.

Kemudian kata Allāh Subhānahu wa Ta'āla:

 لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ

"Allāh tidak beranak dan tidak pula diperanakkan."

وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ

"Dan tidak ada sesuatu pun yang setara dengan Allāh Subhānahu wa Ta'āla."

⇛ Ini merupakan bantahan kepada orang-orang nasrani yang menyatakan bahwa Allāh punya anak.

Allāh menyatakan:

 لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ

"Allāh tidak melahirkan dan Allāh tidak dilahirkan."

⇛ Kalau Allāh melahirkan berarti timbul kesyirikan, akan timbul tuhan kedua karena yang dilahirkan akan mirip dengan yang melahirkan.

Secara logika, kalau Allāh melahirkan (punya anak), seperti Nabi Īsā, berarti anak Allāh akan mirip dengan bapaknya dan Allāh tidak demikian.

بَدِيعُ السَّماواتِ وَالْأَرْضِ أَنَّى يَكُونُ لَهُ وَلَدٌ وَلَمْ تَكُنْ لَهُ صاحِبَةٌ وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ

"Dialah pencipta langit dan bumi. Bagaimana Allāh Subhānahu wa Ta'āla mempunyai anak, dan Dia tidak mempunyai istri, dan Allāh menciptakan segala sesuatu."

(QS Al An'am: 101)

⇛ Segala sesuatu adalah ciptaan Allāh Subhānahu wa Ta'ala. Yang disangka anak-Nya Allāh adalah ciptaan Allāh. Yang disangka istrinya Allāh adalah ciptaan Allāh, yang disangka putrinya Allāh semua ciptaan Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

وَلَمْ يُولَدْ

"Dan Allāh juga tidak dilahirkan."

Kalau Allāh dilahirkan maka akan menuju kepada kematian karena seluruh yang dilahirkan pasti akan menuju kepada kematian.

Oleh karenanya Allāh tidak melahirkan dan tidak dilahirkan.

Dan Allāh sangat diganggu oleh orang-orang nasrani yang menyatakan bahwa Allāh punya anak.

Dalam satu hadīts kata Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam:

لَا أَحَدَ أَصْبَرُ عَلَى أَذًى سَمِعَهُ مِنَ اللَّهِ

"Tidak ada seorang pun yang lebih sabar untuk mendengarkan gangguan sebagaimana sabarnya Allāh Subhānahu wa Ta'āla."

يَجْعَلُونَ لَهُ وَلَدًا وَهُوَ يَرْزُقُهُمْ وَيُعَافِيهِمْ

"Mereka menyatakan Allāh punya anak padahal Allāh Subhānahu wa Ta'āla yang memberi rizki kepada mereka."

⇛Bukan yang dianggap anak tersebut yang memberi rizki, sebagaimana orang-orang nasrani yang menyatakan Īsā adalah anak Allāh.

Bukan Īsā yang memberi rizki kepada mereka, Allāh Subhānahu wa Ta'āla lah yang memberi rizki kepada mereka.

وَيُعَافِيهِمْ

"Dan Allāh yang telah menyelamatkan mereka dari bencana dan dari malapetaka."

(HR Muslim nomor 5016, versi Syarh Muslim nomor 2804)

Kemudian kata mereka Allāh punya anak, ini merupakan gangguan yang sangat besar kepada Allāh.

Makanya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan:

"Tidak ada yang lebih sabar dari pada Allāh dengan gangguannya yang dilakukan oleh orang-orang nasrani."

Oleh karenanya dalam hadīts yang lain yang diriwayatkan oleh Imām Al Bukhāri Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menyebutkan pada hadīts Qudsi, Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

كَذَّبَنِي ابْنُ آدَمَ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ ذَلِكَ، وَشَتَمَنِي وَلَمْ يَكُنْ لَهُ ذَلِكَ

"Anak Ādam mendustakan Aku, dan dia tidak berhak untuk mendustakan Aku, dan dia mencaci-maki-Ku, dan dia tidak berhak untuk mencaci-maki."

أَمَّا تَكْذِيبُهُ إِيَّايَ أَنْ يَقُولَ إِنِّي لَنْ أُعِيدَهُ كَمَا بَدَأْتُهُ

"Adapun dia mendustakan Aku, sebagaimana perkataan anak Ādam bahwasanya (Allāh tidak akan membangkitkan dia sebagaimana telah menciptakan aku pertama kali)."

⇛ Ini kedustaan terhadap Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan bagi Allāh semuanya mudah (membangkitkan dan menciptakan).

 وَأَمَّا شَتْمُهُ إِيَّايَ أَنْ يَقُولَ اتَّخَذَ اللَّهُ وَلَدًا

"Adapun caci-maki anak Ādam kepada-Ku (kata Allāh Subhānahu wa Ta'āla), perkataan dia (Allāh telah mengambil anak / Allāh punya anak)."

⇛ Ini adalah caci-maki kaum nasrani kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

(HR Bukhari nomor 4593, versi Fathul Bari nomor 4975)

Oleh karenanya sungguh menakjubkan orang-orang yang kemudian mengatakan selamat hari natal, padahal hari natal adalah hari caci-maki kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Yang menyatakan demikian adalah Allāh Subhānahu wa Ta'āla dalam shahīh Al Bukhāri.

Allāh mengatakan, "Anak Ādam mencaci-maki Aku."

Bagaimana mencaci makinya?

==> Perkataan dia bahwa Allāh punya anak.

⇛ Oleh karenanya saya ingatkan, 'Ijmā' para ulamā, seluruh mahzhab (4 mahzab) terutama mahzhab Syāfi'ī, melarang seseorang mengucapkan selamat kepada perayaan-perayaan orang-orang kāfir.

Dan diantara perayaan-perayaan yang paling parah adalah perayaan "natalan" yaitu tatkala mengatakan Allāh punya anak.

Kalau seorang menyembah kepada selain Allāh, menyembah kepada dewa atau yang lain ini masih mending, yang sangat parah adalah menyatakan Allāh punya anak (berarti menyatakan Allāh memiliki kekurangan sehingga punya anak).

Oleh karenanya Allāh menyatakan ini caci-maki kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Bagaimana seorang muslim bisa ridhā mengatakan selamat hari natal kepada orang-orang Nasrani yang sedang merayakan caci-maki mereka kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla?

Apa sih hari natal?

Hari natal adalah hari merayakan lahirnya Īsā sebagai anak Allāh, bukan lahirnya Nabi Īsā sebagai nabi.

Perhatikan disini!

Tatkala sedang merayakan hari natal, apa sih keyakinan mereka?

Apakah mereka merayakan hari natal, bahwasanya hari kelahiran Īsā sebagai manusia biasa, sebagai nabi? TIDAK

⇛ Jawabannya sepakat, seluruh orang nasrani mengatakan bahwasanya hari natal adalah hari kelahiran Īsā sebagai anak Allāh Subhānahu wa Ta'āla (sebagai tuhan).

Lantas datang seorang muslim yang bodoh kemudian mengatakan, "Selamat hari natal," selamat mencaci-maki Allāh. Tidak mungkin berkumpul pada seorang muslim yang demikian ini.

Oleh karenanya apa yang dilakukan oleh sebagian kaum muslimin adalah berangkat dari kebodohan, tidak mengerti bahwasanya mengatakan bahwa Allāh punya anak adalah perkara besar sampai Allāh murka dalam Al Qurān.

Kata Allāh Subhānahu wa Ta'āla:

وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمَنُ وَلَدًا() لَقَدْ جِئْتُمْ شَيْئًا إِدًّا ()تَكَادُ السَّمَاوَاتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَتَنْشَقُّ الأرْضُ وَتَخِرُّ الْجِبَالُ هَدًّا()أَنْ دَعَوْا لِلرَّحْمَنِ وَلَدًا() وَمَا يَنْبَغِي لِلرَّحْمَنِ أَنْ يَتَّخِذَ وَلَدًا() إِنْ كُلُّ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ إِلَّا آتِي الرَّحْمَٰنِ عَبْدًا()

"Mereka mengatakan Allāh Yang Maha Pemurah mempunyai anak, Sungguh kalian telah mendatangkan perkara yang sangat buruk (perkara yang sangat murka, mendatangkan kemurkaan Allāh Subhānahu wa Ta'āla), hampir-hampir langit terbelah, hampir-hampir bumi terbelah, hampir-hampir gunung-gunung berhancuran. Tatkala mereka mengatakan Allāh Yang Maha Pemurah mempunyai anak."

==> Gunung-gunung hampir hancur, bumi hampir hancur langit hampir terbelah, kenapa?

Karena mereka telah mengucapkan perkataan yang sangat buruk, mereka mencaci-maki Allāh tatkala menyatakan Allāh punya anak.

Allāh mengatakan:

"Tidak pantas bagi Ar Rahman untuk punya anak."

==> kemudian Allāh menutup firmannya dengan mengatakan:

"Seluruh yang ada di langit dan di bumi akan datang kepada Allāh sebagai hamba (makhluk) ciptaan Allāh."

(QS Maryam: 88 - 93)

Bagaimana kemudian ada yang mengatakan Īsā anaknya Allāh?

Tidak pantas bagi seorang muslim kemudian mengucapkan selamat natal dalam segala bentuknya, dengan telepon, datang secara langsung, apalagi menghadiri acara mereka, menulis SMS/surat, semuanya diharāmkan.

Dan ini ijmā' para ulamā (kesepakatan para ulamā), apalagi pernyataan ulamā syāfi'iyah (tegas dalam hal ini).

Mereka menyatakan:

"Barangsiapa yang mengatakan selamat kepada perayaan hari orang-orang kāfir, maka wajib untuk di tak'zir (dihukum)."

Sementara kita kebanyakan mengaku bermahzhab syāfi'iyah tetapi kita lupa dengan perkataan para ulamā syāfi'iyah.

Dengan ijmā' para "ulamā" yang datang sekarang ("ulamā" zaman sekarang) mengatakan, "Tidak apa-apa mengatakan selamat hari natal, tidak jadi masalah."

Kita mengatakan ada toleransi dalam Islām. Biarkan mereka melaksanakan acara natal namun bukan berarti kita ikut-ikutan. Toleransi tidak mengharuskan kita ikut-ikutan,TIDAK HARUS.

Silahkan anda melaksanakan hari natal anda, silahkan anda beribadah di gereja, bukan berarti kita ikut-ikutan masuk dalam gereja, ikut memberi ceramah di gereja, ikut merayakan hari natal. Dimana aqidah kita?

Allāh mengatakan لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (Allāh tidak melahirkan dan Allāh tidak dilahirkan)

Lantas kita menyatakan selamat Allāh melahirkan?

وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ

"Dan tidak ada suatupun yang sama dengan Allāh Subhānahu wa Ta'āla."

Ikwan dan akhwat yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Ayat terakhir ini untuk menegaskan akan keagungan sifat-sifat Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Bahwasanya apa saja yang terbetik dalam benak kita bahwasanya Allāh begini, Allāh begini, maka semuanya pasti tidak benar, karena Allāh lebih agung daripada itu semua.

Kata Allāh Subhānahu wa Ta'āla:

 لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِير

"Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Allāh, dan dia Maha Melihat lagi Maha Mendengar."

(QS Asy Syura: 11)

Perhatikan ayat ini!

Allāh mengatakan diawal ayat, "Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Allāh."

Dan Allāh tutup dengan firmannya, "Dan Dia Maha Melihat lagi Maha Mendengar."

Agar seorang mengetahui Allāh Maha Melihat, Allāh Maha Mendengar.

Akan tetapi penglihatan dan pendengaran Allāh tidak sama dengan apapun. Oleh karenanya penglihatan dan pendengaran Allāh tanpa batas.

Dan ini sering saya sampaikan, bagaimana pendengaran kita sangat terbatas perkara-perkara yang jauh tidak kita dengar.

Kalau ada tiga orang berbicara dengan kita dengan bahasa yang sama tapi topiknya berbeda-beda kita tidak mungkin menguasai pembicaraan tiga orang tersebut, pasti kita mengatakan yang satu diam dulu, yang dua diam dulu, membiarkan yang satu berbicara. Kalau tiga-tiganya berbicara susah kita menangkap pembicaraannya.

Tetapi kalau kita berbicara tentang Allāh Subhānahu wa Ta'āla maka jauh dari hal ini.

Tatkala orang-orang Islām melaksanakan ibadah haji, berkumpul sekitar 4 Juta jama'ah haji. Kemudian mereka berkumpul dipadang Arafah dari berbagai macam bahasa (mungkin ribuan bahasa) dengan berbagai macam permintaan, dengan berbagai macam keluh kesah. Dalam waktu yang sama semua mengangkat tangan berdo'a kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Berbagai macam bahasa, berbagai macam permintaan, berbagai macam model suara akan tetapi Allāh mendengar seluruhnya dalam satu waktu.

Oleh karenanya meskipun kita menyatakan Allāh mendengar sebagaimana manusia mendengar, tetapi pendengaran Allāh tidak sama dengan pendengaran manusia.

Karenanya Allāh mengatakan:

 لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِير

"Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Allāh dan Dia Maha Melihat lagi Maha Mendengar."

Ikwan dan akhwat yang dirahmati.oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Demikian kira-kira tafsir singkat dari surat Al Ikhlās.

والسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ


Ditranskrip oleh Tim Transkrip BiAS
-------------------------------------

🌍 BimbinganIslam.com
Kamis, 10 Rabi’ul Akhir 1439 H / 28 Desember 2017 M
👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, M.A.
📗 Tafsir Juz 30 | Surat Al Ikhlāsh dan Mu'awwidzatain (Bagian 04)
📖 Surat Al Ikhlāsh Bagian 04 | Tafsir Surat Al Ikhlāsh Ayat 2 - Selesai
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-FA-Tafsir-K004
~~~~~~

No comments:

Post a Comment