Thursday, December 7, 2017

Kajian 80 | Zakat Buah-Buahan

ZAKAT BUAH-BUAHAN
klik link audio

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد

Para shahābat Bimbingan Islām yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Kita lanjutkan pada pembahasan masalah zakāt dan pada halaqah ke-80 ini kita akan membahas tentang الثمار.

Pada pembahasan yang telah lalu dan dijelaskan sebelumnya di sana tentang perbedaan para ulamā tentang apa yang dimaksud dengan الزُروع الثمار. Hal ini berdasarkan hadīts yang diriwayatkan oleh Al Hākim dan Baihaqi tatkala Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengutus Abū Mūsā ke Yaman untuk mengajari agama mereka.

Dan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

فَأَمَرَهُمْ أَنْ لَا يَأْخُذُوا إِلاَّ مِنَ الْحِنْطَةِ وَالشَّعِيرِ وَالتَّمْرِ وَالزَّبِيبِ



"Kemudian beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) memerintahkan mereka untuk tidak mengambil zakāt kecuali dari 4 (empat) macam yaitu: ⑴ Gandum halus (Hinthah), ⑵ Gandum kasar (Sya'ir), ⑶ Kurma (Tamr)  dan ⑷ Kismis (Zabib)."

(HR Hakim 2: 32 dan Baihaqi 4: 125. Hadits ini dinilai shahih oleh Syaikh Al Albani)

Disini para ulamā salaf dan para shahābat berbeda pendapat, ada yang mencukupkan dengan hadīts ini yaitu hanya 4 (empat) jenis saja.

Dan pendapat yang Allāhu'alam lebih rājih adalah pendapat Syāfi'iyah dan Mālikiyyah, yaitu pada jenis bahan makanan pokok yang bisa disimpan.

Ini diqiyaskan dari hadīts tersebut, bahwasanya yang disebutkan dalam hadīts tersebut adalah jenis makanan pokok yang berlaku pada saat itu dan bisa disimpan dalam waktu yang cukup lama.

Walaupun di sana ada pendapat yang lebih hati-hati yaitu pendapat Abū Hanifah, berdasarkan keumuman ayat:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ

"Wahai orang-orang yang berimān berinfāqlah (zakāt) kalian dari hasil usahamu yang baik-baik dan dari sebagian apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu."

(QS Al Baqarah: 267)

Disini Imām Abū Hanifah berdalīl dengan keumuman ayat وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ (dan apa saja yang dikeluarkan bagi kalian dari muka bumi). Sehingga dalam madzhab Abū Hanifah seperti sayur mayur dan lain sebagainya itu pun terkena zakātnya.

Adapun dalam madzhab Syāfi'iyah bahwa yang terkena zakāt adalah bahan makanan pokok dan bisa disimpan dalam waktu yang lama. Dan ini, Allāhu'alam, yang lebih rājih sebagaimana dirājihkan oleh para ulamā mu'asyirin.

Kemudian disebutkan واماالثمار. Adapun الثمار yaitu buah-buahan, maka dia wajib dizakāti pada dua jenisnya.

Ini berdasarkan hadīts yang diriwayatkan oleh ashabussunnan dan dihasankan oleh Imām Tirmidzi (nomor 644)

أَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ يُخْرَصَ الْعِنَبُ كَمَا يُخْرَصُ النَّخْلُ وَتُؤْخَذُ زَكَاتُهُ زَبِيبًا كَمَا تُؤْخَذُ زَكَاةُ النَّخْلِ تَمْرًا

"Kata beliau, bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam memerintahkan untuk menebas anggur sebagaimana ditebas atau dikira-kira berapa hasil panennya dan diambil zakātnya dalam keadaan sudah menjadi kismis (sudah dikeringkan) baru dihitung berapa beratnya, sebagaimana diambil zakātnya dari tamr."

Jadi disini yang disebutkan zakāt adalah dari anggur (zabib) dan juga kurma (tamr). Nanti akan di ukur, dihitung (ditakar), kemudian apakah sudah masuk dalam nishab zakāt atau tidak.

⇒Jadi disebutkan hanya dua jenis saja, dan ini juga dalam madzhab Syāfi'i.

Berkata mualif rahimahullāh:

((ثمرة النخل. وثمرة الكرم))

((Buah kurma dan juga anggur, disini disebutkan al karmi.))

Disebutkan oleh para ulamā bahwasanya ta'bir melafazhkan atau membahasakan anggur dengan al karmi itu lebih aula dengan kata al 'inab (anggur).

Di sini para ulamā juga membahas tentang hukum buah-buahan selain buah-buahan ini.

Kalau kita melihat pendapat Abū Hanifah maka semua akan terkena zakātnya.

Akan tetapi bila melihat fatwa para ulamā sebagaimana disebutkan oleh Syaikh Bin Baz tatkala beliau ditanya tentang hukum buah-buahan yang dipanen atau sayur-sayuran, maka kata Syaikh Bin Baz rahimahullāh:

 ليس في الفواكه ونحوها من الخضروات التي لا تكال ولا تدخر كالبطيخ والرمان ونحوهما زكاة

"Kata beliau (ini merupakan madzhab Hambali) tidak ada pada buah-buahan maupun sayur-sayuran yang tidak bisa ditakar dan bisa disimpan seperti semangka dan delima atau semacamnya, maka ini tidak ada zakātnya."

Jadi selain buah-buahan tadi yang disebutkan (kurma dan anggur) yang dihitung zabibnya atau kismisnya itu tidak ada zakātnya.

Kemudian bagaimana zakātnya?

Zakātnya adalah apabila dia disiapkan sebagai tijārah (perdagangan) misalnya dipanen terus dijual maka yang nanti dihitung adalah dia sebagai barang dagangan, nishabnya adalah nishab tijārah (perdagangan) yaitu ada nishab tertentu kemudian haulnya adalah 1 tahun.

Sementara haul pada zakāt الزُروع الثمار (zirā' dan tsimār) adalah pada saat dipanen.

Dan di sini disebutkan oleh penulis rahimahullāh,

((وشرائط وجوب الزكاة فيها أربعة أشياء: الإسلام والحرية والملك التام والنصاب))

((Dan syarat wajib zakāt pada pertanian dan buah-buahan ada 4 (empat) syarat, yaitu: ⑴ Islām, ⑵ Merdeka, ⑶ Memiliki kepemilikan yang sempurna dan ⑷ Nishab.))

• Islām, merdeka dan memiliki kepemilikan yang sempurna adalah syarat umum, kemudian ditambahkan nishab (sudah mencapai nishab) dan nishabnya sudah disebutkan.

لَيسَ فِيمَا دُونَ خَمسِ أَوسُقٍ صَدَقَةٌ

"Dan tidak ada sedekah atau zakāt hasil pertanian yang dibawah 5 (lima) ausuk,"

(Hadīts Riwayat Bukhāri nomor 1405 dan Muslim nomor 979)

Jadi tidak ada zakāt apabila kurang dari 5 ausuq.

⇒5 ausuq adalah satu takaran yang sudah disebutkan baik dari tamr maupun biji-bijian tidak terkena zakāt

Berkata penulis rahimahullāh:

((وأما عروض التجارة فتجب الزكاة فيها بالشرائط المذكورة في الأثمان ))

((Adapun barang-barang yang akan digunakan untuk perdagangan, maka syarat wajib zakātnya adalah sebagaimana yang disebutkan di dalam zakāt emas dan perak.))

Disebutkan ada 5 (lima) yaitu, Islām, merdeka, memiliki secara sempurna, telah mencapai nishab dan telah berlalu satu haul. Dan ada tambahan bahwa barang tersebut adalah memang dipersiapkan untuk perdagangan yaitu orang tersebut bukan menghendaki barangnya akan tetapi menghendaki untuk mengambil keuntungan dari barang tersebut.

Maka ini kembali kepada niat seseorang apakah dia memiliki barang untuk diperjualbelikan atau diperdagangkan, mengambil keuntungan ataukah ingin dipakai maka nanti hukumnya adalah berbeda.

Apabila ingin digunakan atau ingin dijual maka dia masuk kepada 'urudhu tijārah, karena yang dimaksud dengan "urudhu tijārah adalah segala sesuatu yang dipersiapkan untuk jual beli dengan maksud tujuan adalah mencari keuntungan.

Dan dalīl wajibnya 'urudhu tijārah (barang yang diperdagangkan untuk dizakāti) adalah firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ 

"Wahai orang-orang yang berimān berinfāqlah (zakāt) kalian dari hasil yang baik dari apa yang kalian usahakan."

(QS Al Baqarah: 267)

Dan 'urudhu tijārah termasuk kasab yang halal.

Demikian, pembahasan yang lebih betail mungkin pada masing-masing babnya,  in syā Allāh, semoga bermanfaat.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
واخردعوانا أن الحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته


Ditranskrip oleh Tim Transkrip BiAS
----------------------------------

🌍 BimbinganIslam.com
Kamis, 19 Rabi’ul Awwal 1439 H / 07 Desember 2017 M
👤 Ustadz Fauzan ST, MA
📗 Matan Abū Syujā' | Kitāb Zakat
🔊 Kajian 80 | Zakat Buah-Buahan
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-FZ-H080
〰〰〰〰〰〰〰

No comments:

Post a Comment