Wednesday, January 29, 2020

Halaqah 18 ~ Kapan Seseorang Boleh Beralasan Dengan Takdir

📘 Silsilah Ilmiyyah Si.9 Beriman Kepada Takdir Allāh
🔊  Halaqah 18 ~ Kapan Seseorang Boleh Beralasan Dengan Takdir
👤 Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A.

Assalamu álaikum warahmatullahi wabarakatuh
Alhamdulillah washolatu wasalamu ála rosulillah wa ála alihi wasohbihi ajmaín

Halaqah yang ke-18 dari silsilah ílmiah beriman dengan takdir Allah adalah tentang Kapan Seseorang Boleh Beralasan Dengan Takdir

Takdir dijadikan hujah dan alasan di dalam musibah dan bencana dan tidak boleh dijadikan hujah dan alasan di dalam dosa dan kemaksiatan. Ketika musibah seseorang mengatakan : ini adalah takdir Allah, ini adalah dengan izin Allah atau mengatakan apa yang Allah kehendaki pasti terjadi. Maka hal ini akan membawa ketenangan dan kebaikan pada dirinya.

Allah subhanahu wataála berfirman:

مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ ۗ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ ۚ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

"Tidaklah menimpa sebuah musibah kecuali dengan izin Allah dan barangsiapa yang beriman kepada Allah maka Allah akan memberikan petunjuk kepada dirinya dan Allah maha mengetahui segala sesuatu" (Q.S. At Taghabun : 11)

Dan Nabi salallahu álaihi wasalam bersabda

"Dan apabila engkau tertimpa musibah maka janganlah engkau mengatakan seandainya aku melakukan demikian niscaya akan demikian dan demikian akan tetapi ucapkanlah ini adalah takdir Allah, dan apa yang Allah kehendaki akan Dia lakukan karena sesungguhnya ucapan seandainya ini membuka amalan syaitan" (H.R. Muslim)

Namun ketika berbuat maksiat dan dinasehati maka tidak boleh seseorang berhujah dengan takdir atas maksiat yang dia lakukan kemudian dia mengatakan saya berbuat maksiat karena takdir Allah atau mengatakan kalau Allah menghendaki niscaya saya tidak berbuat maksiat dan lain-lain.

Orang-orang musyrikin ketika dahulu didakwahi oleh para nabi untuk bertauhid mereka menolak dan mereka berhujah dengan takdir atas kesyirikan dan kemaksyiatan yang mereka lakukan.

Allah subhanahu wataála berfirman:

وَقَالَ الَّذِينَ أَشْرَكُوا لَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا عَبَدْنَا مِنْ دُونِهِ مِنْ شَيْءٍ نَحْنُ وَلَا آبَاؤُنَا وَلَا حَرَّمْنَا مِنْ دُونِهِ مِنْ شَيْءٍ ۚ كَذَٰلِكَ فَعَلَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ ۚ فَهَلْ عَلَى الرُّسُلِ إِلَّا الْبَلَاغُ الْمُبِينُ

"Dan berkata orang-orang musyrikin seandainya Allah menghendaki niscaya kami tidak menyembah selain Allah sedikitpun kami dan bapak-bapak kami dan niscaya kami tidak mengharamkan sedikitpun, demikianlah orang-orang sebelum mereka melakukan maka tidak ada kewajiban atas rosul kecuali menyampaikan dengan jelas" (Q.S. An Nahl : 35)

Adapun ucapan nabi Adam álaihisalam yang disebutkan di dalam hadits

"Adam dan Musa saling berhujah maka berkata Musa : engkau adalah Adam yang dosamu telah mengeluarkanmu dari Surga. Berkata Adam : engkau adalah Musa yang Allah telah memilihmu sebagai seorang Rosul dan memilihmu sebagai manusia yang pernah diajak bicara oleh Allah kemudian engkau mencelaku atas sebuah perkara yang telah ditakdirkan untukku sebelum aku diciptakan. Maka Rosulullah salallahu álaihi wasalam bersabda : Adam telah mengalahkan Musa dalam berhujah. Beliau salallahu álaihi wasalam mengucapkannya dua kali" (H.R. Al-Bukhari dan Muslim)

Maka perlu diketahui bahwa nabi Adam álaihisalam di dalam hadits ini tidak berhujah dengan takdir atas dosa yang beliau lakukan akan tetapi beliau berhujah dengan takdir atas musibah yang menimpa beliau dan keturunan beliau, yaitu musibah kelauarnya beliau dari surga yang efeknya juga dirasakan oleh keturunan beliau álaihisalam

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini dan sampai bertemu kembali pada halaqah selanjutnya

Wasslamau álaikum warahmatullahi wabarakatuh

No comments:

Post a Comment