Friday, September 9, 2016

Materi Tematik | HAJI (Bagian 17)

Materi Tematik | HAJI (Bagian 17)
klik link audio

بسم اللّه الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله

Ikhwān dan Akhwāt yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Kita telah membahas tentang rukun-rukun, kewajiban-kewajiban dan perkara-perkara yang di sunnahkan.

Kita ulangi lagi bahwasanya rukun haji ada 4 (empat) yaitu :

⑴ Ihram
⑵ Thawāf
⑶ Sa'i
⑷ Wukuf di padang Arafah

Rukun ini kalau ditinggalkan maka hajinya tidak sah.


√ Barangsiapa yang tidak wukuf di Arafah maka hajinya tidak sah.

√ Barangsiapa yang tidak thawāf Ifadhah maka hajinya tidak sah (sampai dia thawāf Ifadhah).

⇛Perkara-perkara rukun ini tidak bisa di wakilkan.

Perkara-perkara wajib telah kita jelaskan, seperti :

√ Thawāf wada.
√ Berihram dari miqat.
√ Wukuf dipadang Arafah. sampai terbenam matahari.
√ Melempar Jamarat.
√ Mabit di Mina.

Ini semua perkara-perkara yang wajib yang seandainya ditinggalkan dengan sengaja maka berdosa.

Aka tetapi bila meninggalkan disebabkan ada udzur maka dia tidak berdosa akan tetapi harus membayar dam dan hajinya tetap sah.

Perbedaan rukun dan kewajiban :

√ Rukun haji apabila  ditinggalkan maka haji nya  tidak sah.
√ Kewajiban haji apabila ditinggalkan masih bisa ditambal dengan dam yaitu memotong seekor kambing untuk dibagikan di fuqara (orang-orang fakir yang ada di kota Mekkah).

Adapun perkara-perkara yang musthahabah (sunnah) telah kita jelaskan bahwasanya perkara-perkara tersebut jika di tinggalkan dengan sengaja tidak berdosa hanya saja seorang jama'ah haji akan rugi karena tidak mendapatkan pahala yang bisa menyempurnakan hajinya.

Para ulamā tatkala membagi perkara menjadi rukun, wajib dan sunnah, bertujuan untuk memudahkan bagi para jama'ah haji agar mereka mengerti mana perkara yang rukun, wajib dan sunnah.

Karena bila mereka melakukan suatu pelanggaran dan tidak bisa dihindari pelanggaran tersebut maka mereka akan tahu kesalahan apa yang mereka lakukan (apakah meninggalkan rukun, wajib ataukah sunnah).

Dan akan kita sampaikan bahwa hukum asal seseorang berhaji adalah sesuai dengan sunnah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dari awal hingga akhir.

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan :

خُذُوْا عَنِّيْ مَنَاسِكَكُمْ

"Ambilah dariku tatacara manasik haji kalian."

Ini adalah hukum asal bahwasanya seseorang harua berusaha berhaji sesuai dengan sunnah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, segala yang dilakukan Nabi, dikerjakan.

Namun kita katakan tidak semua orang bisa melakukan demikian, bahkan sebagian shahābatpun tidak mampu mengerjakan sebagaimana haji yang dikerjakan oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Seperti salah seorang shahābat tatkala haji tanggal 10 Dzulhijjah, sebagian sahabat ada yang tidak tertib (maksudnya) tidak tertib seperti yang dilakukan oleh Nabi Shallallāhu 'alayhi wa sallam (nanti akan kita jelaskan, In syā Allāh).

Nabi tatkala tanggal 10 Dzulhijjah melakukan :

√ Melempar jamarat 'Aqabah
√ Menyembelih unta-unta beliau
√ Menggundul rambut beliau
√ Thawāf

Di hari tersebut sebagian shahābat terbolak balik tapi Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam membenarkan tidak menjadi masalah.

Ini menunjukan bahwa mereka belum tentu bisa mengerjakan sebagaimana yang dikerjakan Nabi secara keseluruhan, karena kondisi dan situasi.

Demikian juga seperti Al Abbās bin Abdil Muththalib yang tidak bisa mabit di Mina dikarenakan harus mengurusi masalah air untuk dibawakan bagi jama'ah haji.

Abbās bin Abdil Mutthalib, paman Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam  ingin mengikuti sunnah Nabi tapi kondisi tidak memungkinkan.

Kemudian juga sebagian pengembala unta dan kambing, mereka tidak bisa lempar jamarat tiap hari sehingga mereka harus menggabungkan (menjama') lempar jamarat mereka dan mereka meninggalkan mabit di Mina karena kondisi tidak kemungkinan.

Demikian juga ada seorang shahābat yang bernama Urwah bin Mudharis dan ini akan kita bahas pada pembahasan kita kali ini.

Yang ingin saya sampaikan adalah untuk menunjukkan bahwasanya seseorang harus berusaha mengikuti sunnah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dalam melaksanakan ibadah haji.

Akan tetapi, terkadang ada kondisi-kondisi yang membuat dia tidak bisa melakukannya dengan sempurna, sebagaimana Urwah bin Mudharis radhiyallāhu 'anhu ternyata tatkala haji beliau tidak sempat mabit di Mina bahkan tidak sempat wukuf di Arafah di siang hari, beliau hanya bisa wukuf di padang Arafah dimalam hari.

In syā Allāh akan kita bahas pada pertemuan berikutnya.

Wallāhu Ta'āla A'lam bish Shawab
__________

🌍 BimbinganIslam.com
Jum'at, 07 Dzulhijjah 1437 H / 09 September 2016 M
👤 Ustadz Firanda Andirja, MA
📔 Materi Tematik | HAJI (Bagian 17)
⬇ Download Audio: bit.ly/BiAS-FA-Haji-17
-----------------------------------

No comments:

Post a Comment