Saturday, September 10, 2016

Materi Tematik | HAJI (Bagian 18)

Materi Tematik | HAJI (Bagian 18)
klik link audio

بسم اللّه الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله

Ikhwān dan Akhwāt yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Pada pertemuan ke-18 ini kita akan membahas tentang hadīts 'Urwah bin Mudarris bin Aws bin Harithah bin Lam At Ta'i , karena hadīts ini menjadi bahan pembicaraan para ulamā para fuqahā dalam masalah haji.

Hadīts ini juga merupakan hadīts yang inti yang digunakan untuk membedakan antara rukun, wajib dan sunnah dalam pelaksanaan ibadah haji.

Hadīts ini adalah hadīts yang shahīh yang diriwayatkan oleh ashabu sunan yaitu Abū Dāwūd, An Nasāi, Tirmidzi, Ibnu Mājah dan Imām Ahmad).

Beliau berkata ( 'Urwah bin Mudharris radhiyallāhu 'anhu) :


 عَنْ عُرْوَةَ بْنِ مُضَرِّسِ بْنِ أَوْسِ بْنِ حَارِثَةَ بْنِ لاَمٍ الطَّائِيِّ، قَالَ أَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم بِالْمُزْدَلِفَةِ حِينَ خَرَجَ إِلَى الصَّلاَةِ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي جِئْتُ مِنْ جَبَلَىْ طَيِّئٍ أَكْلَلْتُ رَاحِلَتِي وَأَتْعَبْتُ نَفْسِي وَاللَّهِ مَا تَرَكْتُ مِنْ حَبْلٍ إِلاَّ وَقَفْتُ عَلَيْهِ فَهَلْ لِي مِنْ حَجٍّ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم " مَنْ شَهِدَ صَلاَتَنَا هَذِهِ وَوَقَفَ مَعَنَا حَتَّى نَدْفَعَ وَقَدْ وَقَفَ بِعَرَفَةَ قَبْلَ ذَلِكَ لَيْلاً أَوْ نَهَارًا فَقَدْ أَتَمَّ حَجَّهُ وَقَضَى تَفَثَهُ

Aku mendatangi Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam di Mudzalifah tatkala Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam hendak melaksanakan shalāt (yaitu shalāt subuh), maka aku berkata:

"Wahai Rasūlullāh, sesungguhnya aku datang dari gunung Thayyin."
(Letaknya sekitar 800 km dari kota Mekkah, sekarang nama kotanya menjadi Hāil di kerajaan Arab Saudi.)

Dia berkata ('Urwah bin Mudharris):

"Aku melelahkan tungganganku dan diriku, tidak ada satu tempat yang tinggi kecuali aku berhenti, apakah  saya dapat haji?"

Maka Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam berkata:

"Barangsiapa yang menghadiri shalāt kami ini (maksudnya shalāt subuh) di Muzdalifah bersama kami sampai kami meninggalkan Muzdalifah dan sebelumnya dia sudah wuquf di Arafāh malam atau siang maka telah sempurna hajinya dan dia telah menunaikan hajatnya."

(Hadīts shahīh riwayat ashabus sunan al Arba'ah (Abū Dāwūd, At Tirmidzi, An Nasāi, Ibnu Mājah) ditambah Imām Ahmad dan yang lainnya (Ad Darimi, Thahawi, Ibnu Jarut, Ibnu Hibban, Daruqutni, Al Hakim, Al Baihaqi, al Humaidi, dan lainnya).

Hadīts ini menjelaskan, bahwasanya sebagian shahābat diantaranya 'Urwah bin Mudharris At Ta'i, dia hanya bisa bertemu dengan Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam di malam hari, dia tidak bisa datang ke Arafāh di siang hari, bahkan disebutkan dalam riwayat lain lafazhnya:

أَنَّهُ حَجَّ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ ـ صلى الله عليه وسلم ـ فَلَمْ يُدْرِكِ النَّاسَ إِلاَّ ليلا وَهُو بِجَمْعٍ, فانطلق إلى عرفات , فأفاض منها , ثم رجع فأتى جمعا , فقال: يا رسول الله! أتعبت نفسى

'Urwah berhaji dizaman Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dan dia tidak mendapati orang-orang (karena terlambat datang).

Dia tidak bertemu dengan jama'ah haji yang lain kecuali di malam hari dia bertemu dengan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tatkala berada di Muzdalifah, maka diapun pergi ke padang Arafāh dan diapun meninggalkan padang Arafāh kemudian dia kembali lagi kepada Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam bertemu di Muzdalifah.

Kemudian dia bercerita:

"Wahai Rasūlullāh, saya telah melelahkan diriku, melelahkan untaku (dan seterusnya)."

Ini dalīl bahwasanya 'Urwah dia tidak sempat wukuf di siang hari bahkan langsung pergi ke Muzdalifah dimalam hari. Datang di sana tiba-tiba di Muzdalifah tidak lagi ke Arafāh untuk wukuf dimalam hari kemudian balik lagi di Muzdalifah.

Bagaimana hajinya?

Dia bertanya kepada Nabi tentang haji yang dia lakukan.

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan: "Hajinya sah, hajinya sempurna."

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan:

"Barangsiapa wukuf di padang Arafāh siang atau malam maka hajinya sah."

Hadīts ini menjelaskan tentang banyak permasalahan, diantaranya yaitu:

① Bahwasanya mabit di Mina pada 08 Dzulhijjah bukanlah perkara yang wajib.

Yang penting adalah Arafāh, makanya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dalam hadīts yang lain, dari Abdurrahmān bin Yamur Ad Dīli dalam sunnan Abū Dāwūd dia berkata :

أتيت النبيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بعرفة، فجاء ناس- أو نَفَرٌ - من أهل نَجْد، فأمروا رجلاً فنادى رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: كيف الحج؟ فأمر رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فنادى: " الحَجًّ ؟! الحج يومُ عرفةَ، مَنْ جاء قبل صلاة الصبح؛ من ليلة جمع فتَم حَجّهُ

Aku mendatangi Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam di Arafāh, kemudian datang orang-orang dari ahli Najed kemudian mereka memerintahkan seseorang (mewakili mereka) untuk bertanya kepada Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dengan berkata:

"Ya Rasūlullāh bagaimana haji?"

Maka Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam pun memerintahkan seseorang untuk bertanya:

"Engkau bertanya tentang haji?"

Maka Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam berkata:

"Haji adalah hari di padang Arafāh."

"Barangsiapa yang datang sebelum shalāt subuh di Muzdalifah maka telah sempurna hajinya."

(Hadīts ini adalah hadīts shahīh)

Maksudnya adalah barangsiapa yang sempat wukuf di padang Arafāh meskipun di malam hari, sebelum terbit fajar, maka dia telah dapat wukuf di padang Arafāh.

Jadi waktu wukuf dipadang Arafāh bagi yang mampu adalah wukuf di siang hari dari bada dhuhur sampai magrib, ini sunnahnya yang dicontohkan oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Namun bagi yang berhalangan maka dia silahkan wuquf di malam hari meskipun hanya sebentar tidak mengapa yang penting sebelum terbit fajar dia masih wuquf di padang Arafāh.

Ini adalah  dalīl bahwasanya mabit di Mina meskipun sangat dianjurkan pada tanggal 08 Dzulhijjah namun dia bukanlah perkara yang wajib.

Kenapa ?

Karena Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan tentang 'Urwah yang datang dan telah wukuf di malam hari dan Rasūlullāh mengatakan telah sempurna hajinya.

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak menyuruh dia untuk bayar dam atau bayar fidyah karena meninggalkan mabit di Mina pada tanggal 08 Dzulhijjah.

Demikian juga Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam ditanya, "Bagaimana haji?" Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam langsung menyebutkan haji adalah wuquf di padang Arafāh.

Dalam riwayat lain:

الْحَجُّ عَرَفَةُ مَنْ جَاءَ لَيْلَةَ جَمْعٍ قَبْلَ طُلُوعِ الْفَجْرِ فَقَدْ أَدْرَكَ ُ

"Barangsiapa yang datang ke Muzdalifah sebelum terbit matahari, maka dia telah mendapatkan hajinya."

Mabit di Muzdalifah ini ada khilaf diantara para ulamā ada yang mengatakan hukumnya sunnah, ada yang mengatakan hukumnya wajib dan ada juga yang mengatakan hukumnya rukun seperti Ibnu Hazm

Sehingga Ibnu Hazm mengatakan:

"Barangsiapa yang tidak mabit di Muzdalifah maka hajinya tidak sah."

Karena dia menganggap itu adalah rukun, namun ini sudah di bantah oleh hafizh Ibnu Hajar rahimahullāh Ta'āla.
Memang ada riwayat dimana Nabi berkata:

وَمَنْ لَمْ يُدْرِكْ جَمْعًا فَلَا حَجَّ لَهُ

"Barangsiapa yang tidak mendapati wuquf di Muzdalifah maka tidak ada haji baginya."

Namun kata Ibnu Hajar dalam Fathul Bari' jilid 3 hal 529:

وَقَدْ صَنَّفَ أَبُو جَعْفَرٍ الْعُقَيْلِيُّ جُزْءًا فِي إِنْكَارِ هَذِهِ الزِّيَادَةِ وَبَيَّنَ أَنَّهَا مِنْ رِوَايَةِ مُطَرِّفٍ عَنِ الشَّعْبِيِّ عَنْ عُرْوَةَ وَأَنْ مُطَرِّفًا كَانَ يَهِمُ فِي الْمُتُونِ وَقد إرتكب بن حَزْمٍ الشَّطَطَ فَزَعَمَ أَنَّهُ مَنْ لَمْ يُصَلِّ صَلَاةَ الصُّبْحِ بِمُزْدَلِفَةَ مَعَ الْإِمَامِ أَنَّ الْحَجَّ يَفُوتُهُ الْتِزَامًا لِمَا أَلْزَمَهُ بِهِ الطَّحَاوِيُّ وَلَمْ يعْتَبر بن قُدَامَةَ مُخَالَفَتَهُ هَذِهِ فَحَكَى الْإِجْمَاعَ عَلَى الْإِجْزَاءِ

Bahwasanya Abu Ja'far al 'Uqailī telah menulis sebuah buku khusus untuk membantah tentang lemahnya tambahan riwayat tersebut, karena riwayat tersebut mutharib dari Sya'bi dari Urwah. Mutharrib terkadang ada wahn (kekeliruan) dalam masalah matan.

Kata Ibnu Hajar bahwasanya Ibnu Hazm telah melakukan penyimpangan dia menyangka bahwasanya barangsiapa yang tidak shalāt subuh di Muzdalifah bersama Imām maka hajinya tidak sah.

Pendapat Ibnu Hazm ini sangat berat kalau diterapkan sekarang banyak orang yang hajinya tidak sah.

Ibnu Hazm menganggap orang harus shalāt subuh bersama Imām di Muzdalifah dan menurut dia ini adalah rukun. Ini tidak benar !

Kemudian dia berkata Ibnu Khudamah tidak menganggap penyelisihan Ibnu Hazm tersebut, maka nya Ibnu Khudamah menyampaikan Ijmā' bahwasanya orang yang tidak wuquf di Muzdalifah atau tidak mabit di Muzdalifah hajinya tetap sah.

Adapun penyataaan Ibnu Hazm tidak dianggap oleh Ibnu Qudamah dan Ibnu Khuzamah tetap menganggap Ijmā' ulamā bahwasanya yang meninggalkan mabit di Muzdalifah tetap sah hajinya.

Sebagaimana kita isyaratkan bahwasanya mabit di Muzdalifah ada yang mengatakan sunnah, ada yang mengatakan wajib dan ada yang mengatakan rukun. Namun rukun merupakan pendapat yang tidak kuat yang benar adalah dua pendapat dikalangan ulamā ada yang mengatakan sunnah ada yang mengatakan wajib.

Kalaupun kita menganggap bahwasanya mabit di Muzdalifah hukumnya wajib dan ini yang benar karena Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam memberi keringanan kepada orang-orang yang lemah untuk meninggalkan Muzdalifah lewat tengah malam, ini menunjukan yang tidak diberi keringanan hukumnya wajib.

Namun kita tahu dari sini, barangsiapa yang ternyata tidak mampu datang ke Muzdalifah Karena udzur yang Syar'i misalnya terlambat atau tertahan karena Muzdalifah penuh sehingga tidak bisa masuk Muzdalifah sehingga banyak orang mabit di luar Muzdalifah maka orang-orang tersebut hajinya tetap sah karena mereka memiliki udzur Syar'i sehingga mereka tidak perlu membayar dam, karena ini merupakan keringanan dalam Syari'at.

Wallāhu Ta'āla A'lam bish Shawab
____

🌍 BimbinganIslam.com
Sabtu, 08 Dzulhijjah 1437 H / 10 September 2016 M
👤 Ustadz Firanda Andirja, MA
📔 Materi Tematik | HAJI (Bagian 18)
⬇ Download Audio: bit.ly/BiAS-FA-Haji-18
-----------------------------------

No comments:

Post a Comment