Wednesday, June 3, 2020

Halaqah 03 ~ Wasiat Perpisahan Rasūlullāh ﷺ Bagian Ketiga

📘 Daurah Tematik
🔊  Halaqah 03 ~ Wasiat Perpisahan Rasūlullāh ﷺ Bagian Ketiga
👤 Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A.

Assalamu álaikum warahmatullahi wabarakatuh
Alhamdulillah, Alahamdulillahi ladzi hadana lihadza wama kuna linahtadiya laula anhadanallah
Asyhaduala ilaha ilallah wahdahulasyarikalah waasyhaduana Muhammadan abduhu warosuluhu
Allahuma sholi wasalim wabarik ala nibiyina Muhammad wa ala alihi wasohbihi ajma'in

Ikwah sekalian dan juga akhwat rohimani warohimakumullah

WASIAT KEDUA

 وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ تَأَمَّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ

Wasiat yang kedua adalah mendengar dan taat, maksudnya adalah kepada penguasa, yaitu orang yang sudah Allah jadikan dia pemimpin kita, penguasa kita, pemerintah kita maka kita diperintahkan untuk mendengar dan taat dan ini adalah wasiat dari nabi kita Muhammad salallahu 'alaihi wasalam. Dari sekian banyak perintah maka beliau menjadikan mendengar dan taat kepada penguasa ini sebagai wasiat setelah bertaqwa keapda Allah azawazal. Dan ini menunjukkan tentang keutamaan mendengar dan taat kepada pemerintah dan juga penguasa dan juga pemimpin. Dan ini adalah aqidah ahlusunnah wal jamaah yang telah menyimpang di dalamnya sebagian aliran aqidah ahlusunnah waljamaah dalam mendengar dan taat kepada penguasanya, sebagaimana ini tercantum di dalam kitab-kitab aqidah apabila antum membaca kitab-kitab ahlusunnah waljamaah dari zaman dahulu sampai sekarang maka mereka para ulama akan menyebutkan diantara aqidah ahlusunnah wal jamaah adalah mendengar dan taat kepada penguasa yang sah. Dalil-dalil yang banyak diantaranya hadits ini.

Dan di dalam Al-Quran Allah subhanahu wataála mengatakan

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ

Wahai orang-orang yang beriman hendaklah kalian taat kepada Allah dan hendaklah kalian taat kepada Rosul dan Ulul Armi diantara kalian (Q.S. An Nisa : 59)

Para Salaf, para Sahabat roduallahu anhum ketika mereka manfsirkan Ulul Amri ada diantara mereka yang menafsirkan sebagai Al-Ulama karena mereka memegang urusan agama kita. Dan ada diantara mereka yang menafsirkan Ulul Amri dengan Al-Umaro karena mereka memegang urusan dunia kita. Dan pendapat yang kuat adalah yang menggabungkan diantara dua pendapat ini yang mengatakan bahwasannya Ulul Amri mencakup Umaro dan juga Ulama. Dan inilah yang dikatakan Ibnu Katsir di dalam tafsirnya bahwasannya Ulul Amri disini mencakup keduanya.

Dan ini menunjukkan bahwasannya kita sebagai seorang rakyat diperintahkan untuk mendengar yaitu mendengar apabila mereka berbicara, dan kita diperintahkan untuk mentaati yaitu apabila mereka menurunkan perintah mengeluarkan perintah mengeluarkan peraturan maka ini adalah maslahat yang besar dan kebaikan yang banyak apabila rakyat mau mendengar dan taat kepada penguasanya. Tidak mungkin sebuah negara bisa teratur melaksanakan aktivitasnya dengan baik, baik pendidikan, ekonomi, bahkan termasuk agama kecuali apabila rakyatnya mau mendenganr dan taat kepada penguasanya. Apabila mereka mau mendengar dan taat kepada penguasa maka yang ada adalah keamanan yang stabil dan dari keamanan tersebut akan bergerak dan berjalan aktivitas yang lain, pendidikan akan berjalan, ekonomi akan terus lanjut dan berkembang, manusia melakukan kegiatannya, aktivitasnya dengan aman.

Seandainya yang terjadi adalah sebaliknya, ada rakyat, ada pemerintah tetepi rakyat tidak mau mendengar dan taat kepada penguasanya. Maka mudhorot yang terjadi adalah besar. Tidak akan ada di sana kestabilan di dalam masalah keamanan, peperangan, saling mencurigai satu dengan yang lain, saling mendholimi satu dengan yang lain, rakyat tidak mau diatur, akhirnya yang terjadi pendidikan akan terhenti. Bagaimana seseorang akan tenang melakukan perjalanan ke sekolah apabila apabila keadaan dalam keadaan kacau dan orang tua mana yang membiarkan anaknya sekolah sementara keadaan dalam keadaan tidak aman. Demikian pula para pedangan, para penjual, apabila keadaan dalam keadaan kacau mereka tidak berani berjualan dan siapa yang akan membeli dan keluar dari rumahnya apabila keadaan sebuah daerah kacau balau.

Dan seluruha aktivitas bahkan termasuk urusan agama. Apabila sebuah daerah sudah tidak ada kerukunan atara rakyat dengan pemerintah maka agama mereka juga terancam, tidak bisa mereka melaksanakan shalat lima waktu secara berjamaah apabila sewaktu-waktu dia keluar dari rumahnya terancam terbunuh dan tidak mungkin kita bisa berkumpul dengan tenang menghadiri majelis ilmu, mencatat, mengambil faedah, konsentrasi di dalam mendengarkan apabila di luar sana terjadi baku tembak. Seandainya di luar sana sedang terjadi kekacauan maka kita di sini tidak bisa tenang di dalam menuntut ilmu.

Jadi pengaruhnya kepada dunia seseorang dan juga agamanya. Makanya Nabi salallahu alaihi wasalam menjadikan ini adalah wasiat beliau yang sangat ditekankan bahkan disebutkan oleh beliau setelah wasiat ketaqwaan وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ hendaklah kalian mendengarkan dan juga taat kepada penguasa kalian. Kebaikannya untuk kalian sendiri. Dan sebagian ulama mengatakan mendengar dan taat kepada pemerintah sebanarnya termasuk bagian dari Taqwa karena taqwa disebutkan menjalankan perintah dan juga menjauhi larangan. Jadi ketika beliau mengatakan 'usikum bitaqwallah' maksud di dlaamnya taat kepada penguasa. Kenapa beliau sendirikan? Diulang oleh beliau dan disendirikan dan mengatakan dan mendengar dan taat kepada penguasa karena menjunjukkan tentang pentingnya perkara ini. Sehingga oleh beliau salallahu alaihi wasalam dinampakan dan dijelaskan dan disendirikan padahal ia masuk di dalam makna taqwa.

Kemudan beliau memperkuat lagi dengan mengatakan وَإِنْ تَأَمَّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ meskipun yang menjadi penguasa kalian yang menjadi pemerintah kalian adalah seorang budak. Dan termasuk syarat menjadi seorang penguasa adalah merdeka bukan termasuk seorang budak. Apabila musliminin dalam keadaan biasa, dalam keadaan lapang, dalam keadaan aman kemudian mereka mengangkat seorang penguasa maka tidak boleh berasal dari budak, harus dari orang yang merdeka. Tapi seandainya itu terjadi, seorang budak yang tentunya statusnya lebih rendah daripada orang yang merdeka dia adalah bagian dari harta seseorang, bisa dijual, bisa dibeli, bisa dihadiahkan kepada orang lain, disuruh tanpa kita harus membayarnya, kedudukan yang rendah di mata manusia. Tapi seandainya qodarullah dia ternyata menjadi seorang pemerintah seorang penguasa kewajiban kita mendengar dan taat kepada penguasa tersebut. Kalau dia memang sudah menjadi pemerintah dan penguasa maka kita harus mendengar dan taat kepada dirinya dan kita harus memikirkan dan mengundurkan hawa nafsu kita atau gengsi kita. Jangan karena dia seorang budak kemudian kita tidak mau mendengar dan taat kepada budak tersebut. Allah telah mentaqdirkan dia menjadi penguasa, maka kita mengikuti perintah Allah

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ

Dan mengikuti wasiat Nabi salallahu alaihi wasalam وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ kita dahulukan keridhoan Allah daripada hawa nafsu kita, daripada gengsi kita. Dan disini ada maslahat yang besar bagi semuanya. Meskipun dia adalah seorang budak, tapi kalau rakyat memberontak maka kejelekan yang banyak dan mafsadah yang besar. Oleh karena itu wasiat Nabi salallahu alaihi wasalam dan ini adalah ada yang mengatakan 'ala sabilil mubalaghoh' beliau ingin sekali menekankan tentang pentingnya mendengar dan taat kepada penguasa sehingga beliau mengatakan meskipun yang memimpin kalian adalah seorang budak. Di dalam sebuah riwayat "abdun habasyiun" meskipun yang memimpin kalian seorang budak dari habasyah dari etiopia. Jadi para budak ini mereka bertingkat-tingkat kualitasnya yang paling rendah diantaranya adalah budak dari Ethiopia. Seandainya dia memang jadi penguasa bagi kalian maka hendklah kalian mendengar dan taat kepadanya. Dan banyak disana dalil yang menunjukkan tentang wajibnya mendengar dan taat kepada penguasa dantara ayat tadi kemudian juga sabna nabi salallahu álaihi wasalam

'alal mar'íl muslim asyam'u wa tho'ah fi 'usrihi wayusrihi

Kewajiban bagi seorang muslim adalah mendengar dan taat yaitu kepada penguasa baik dalam keadaan mudah maupun dalam keadaan susah.

wana syatihi waman waqrohih

Baik dalam keadaan dia semangat maupun dalam keadaan dia terpaksa.

Kalau ini adalah perintah dari penguasa dan pemerintah maka hendklah dia mendengar dan taat.

Kemudian di dalam sebuah hadits, Nabi salallahu álaihi wasalam mengatakan

Ila ayu'maro bimaksyiah

Kecuali apabila dia diperintahkan untuk berbuat maksiah.

Fa in umiro bimaksiatin fala syamá wala thoáh

Apabila diperintahkan untuk bermaksiat maka tidak boleh dia mendengar dan taat.

Ini keterangan dari nabi salallahu álaihi wasalam bahwasannya perintah mendengar dan taat kepada penguasa adalah perintah yang terikat bukan ketaatan yang mutlaq. Ketaatan yang mutlaq hanya keapda Allah dan juga Rosul-Nya

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ

Ini adalah ketaatan yang mutlaq. Kalau Allah sudah memerintah maka harus kita taati, kalau rosulullah slalalahu alaihi wasalam sudah memerintah maka harus kita taati. Tapi Ulul Amri perintahnya tidak disamakan dengan perintah Allah dan juga rosul-Nya karena ketaatan kita kepada pemerintah adalah ketaatan yang terikat. Terikat dengan syareat, terikat dengan dalil. Apabila tidak bertentangan dengan dalil kita laksanakan perintahnya, selama perintah tersebut tidak bertentangan dengan Al-Quran dan juga Hadits. Tapi kalau perintahnya terkadang terjadi bertentangan dengan syareat Allah azawazal maka tidak boleh kita mentaati perintah tersebut karena nabi salallahu alaihi wasalam mengecualikan 'ila ayu'maro bimaksyiah' kacuali apabila diperintahkan untuk berbuat maksiat. Maka apabila diperintahkan untuk berbuat maksiat 'fala syamá wala tho'ah' maka tidak boleh mendengar dan tidak boleh mentaatinya. Di dalam perkara yang lain yang tidak ada perkara maksiat maka wajib bagi kita untuk mentaatinya. Dan ini menunjukkan sekali lagi ketaatan kita kepada penguasa kita dan pemerintah kita adalah ketaatan yang terikat bukan ketaatan yang mutlaq.

Ini adalah wasiat kedua yaitu mendengar dan taat kepada penguasa

Mungkin itu yang bisa kita sampaikan wallahu taála a'lam
Wabilahi taufiq wal hidayah wassalamu álaikum warahmatullahi wabarakatuh 


No comments:

Post a Comment